Sabtu, 14 Februari 2009

STUDY KASUS KEADAAN BATUAN SEDIMEN DAERAH BANYUMAS
APLIKASI BATUAN SEDIMEN

Keadaan obyek yang diamati
Keadaan geologi di daerah tempat tinggal saya yaitu di daerah Purwokerto sulit sekali diamati karena sudah tidak ada daerah batuan yang lapang. Yang tersisa hanyalah bagunan-bangunan perumahan saja. Oleh karena itu saya mengambil obyek study kasus mengenai Aplikasi batuan sediment ini di daerah Patikraja, dan Gunung Tugel yang berjarak kurang lebih 7 kilometer dari kota Purwokerto.
Batuan sediment adalah batuan yang terbentuk dari akumulsi material hasil rombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktifitas kimia maupun organisme yang diendapkan pada cekungan sedimentasi yang kemudian mengalami pembatuan. Dalam batuan sediment dapat dijumpai fragmen batuan maupun mineral. Mineral-mineral yang umumnya ditemukan dalam batuan sediment antara lain : kuarsa, feldspar, kalsit, dolomite, mika, dan mineral lempung. Batuan sediment terjadi dari pembatuan atau litifikasi hancuran batuan lain atau litifikasi hasil reaksi kimia atau biokimia. Sedangkan litifikasi sendiri berarti proses terubahnya materi pembentuk batuan yang lepas-lepas (unconsolidated rock-forming materials) menjadi batuan yang kompak keras (consolidated/coherent rocks). Litifikasi tersebut dapat terjadi melalui proses penyemenan (cementation), pemadatan (compaction), keluarnya air dari pori-pori karena pemadatan atau penguapan (desiccation), pengkristalan (crystallization).
Berdasarkan proses terjadinya batuan sediment dibedakan menjadi sediment klastik dan nonklastik. Batuan sediment klastik adalah batuan sediment yang terbentuk dari hasil litifikasi material-material hasil rombakan batuan yang telah ada sebelumnya. Sedangkan batuan nonklastik adalah batuan sediment yang terbentuk dari material-material hasil aktifitas kimia, biokimia, maupun biologis. Dari kedua macam mekanisme pembentukan batuan sediment tersebut dikenal tekstur klastik dan nonklastik.
Batuan sediment mudah sekali untuk kita temukan karena jumlahnya yang banyak di lingkungan sekitar kita ini.


Batuan sediment yang saya jadikan obyek merupakan batuan sediment klastik dengan struktur berlapis sejajar. Yang perlu diperhatikan pada batuan sediment bertekstur klastik adalah ukuran butir, dan bentuk butir. Pada foto diatas terlihat struktur yang berlapis-lapis secara sejajar.
Aplikasi batuan sediment
Batuan sediment memiliki jenis yang sangat beragam dan masing-masing jenis tersebut memiliki fungsi dan kegunaan yang beragam pula antara satu batuan dengan batuan lainnya. Batuan sediment yang berada pada daerah sekitar Paikraja dan Gunung Tugel ini sering dimanfaatkan oleh orang-orang atau warga masyarakat sekitar sebagai bahan bagunan atau untuk membuat peralatan rumah tangga seperti lumpang, pawon, cirri, mutu, dan peralatan lain-lain.
Lumpang merupakan sejenis alat landasan untuk menumbuk padi sehingga dapat menjadi beras yang kemudian akan diolah menjadi nasi untuk kebutuhan makan warga sekitar. Lumpang ini dipasarkan khususnya kepada warga masyarakat yang berada di pedesaan yang bermata pencaharian sebagai petani tradisional dimana kebanyakan dari mereka masih menggunakan alat-alat sederhana untuk bertani maupun mengolah makanannya. Namun seiring berkembangnya zaman, produksi lumpang ini menurun tajam yang berakibat semakin berkurangnya para produsen alat ini. Banyak orang yang dahulu memproduksi sekarang beralih kepada mata pencaharian lain Karen dinilai sudah tidak menjanjikan untuk ditekuni lagi. Sekarang yang tersisa menekuni ini kebanyakan adalah keturunan dari orang-orang tua para pembuat alat ini dan mereka tidak memiliki ketrampilan lain untuk beralih pekerjaan.
Pawon merupakan suatu alat yang digunakan untuk memasak, sama seperti dengan kompor. Perbedaannya adalah bahan bakarnya adalah kayu bakar dan pawon ini terbuat dari batu yang dibuat sedemikian rupa agar bisa digunakan sebagai alat untuk memasak. Sama halnya dengan lumpang, baik produksi maupun produsen alat ini juga semakin berkurang seiring dengan perkembangn zaman.
Alat rumah tangga lain yang biasanya diproduksi yaitu cirri-mutu. Alat ini digunakan untuk menghaluskan bumbu makanan. Produsen dari cirri-mutu mungkin tidak begitu menurun. Hal ini dikarenakan warga masyarakat masih menyukai menghaluskan bumbu-bumbu masakan dengan menggunakan alat ini dibandingkan menggunakan alat penghalus modern.

Pemanfaatan batuan sediment oleh para warga dilakukan secara sendiri-sendiri tidak terkoordinir satu dengan yang lainnya. Atau bisa disebut industri rumahan, jadi masing-masing orang bekerja mencari dan menemukan batu sebagai bahan sendiri atau dibantu oleh anggota keluarga yang lain kemudian dibentuk sedemikian rupa olehnya menjadi barang-barang untuk keperluan perlengkapan rumah tangga tersebut yang pada akhirnya akan dijual melalui tengkulak atau dijajakan oleh mereka sendiri baik di pasar ataupun dengan cara menawarkan dari satu rumah ke rumah lainnya.
Namun tidak seperti dahulu, sekarang sudah tidak banyak orang yang berminat menggunakan barang-barang yang terbuat dari batu tersebut, mereka lebih memilih untuk menggunakan barang-barang yang terbuat dari aluminium ataupun besi yang lebih kuat dan tahan lama dibandingkan barang yang terbuat dari batu. Sehingga hal ini mengakibatkan banyaknya masyarakat yang pada awalnya bekerja sebagai tukang pembuat barang-barang tersebut beralih menjadi buruh serabutan yang pada akhirnya menyebabkan tingkat kemiskinan warga di daerah kabupaten Banyumas menjadi bertambah besar karena pemerintah daerah belum mampu menyelesaikan permasalahan klasik seperti kasus-kasus seperti ini.
Selain pemanfaatan batuan untuk membuat barang-barang tersebut diatas sebenarnya masih sangat banyak pengapliksian batuan sediment yang lainnya. Seperti batuan yang digunakan sebagai barang kerajinan untuk hiasan di rumah, ataupun digunakan untuk bahan bangunan perumahan. Ada pula batuan sediment yang digunakan sebagai batu hiasan pada aquarium.
STADIA DAERAH
Ketika sungai terbentuk dan mulai mengalir menuju base level, sungai akan memotong lembah, mengairi channel sungai, dan membentuk morfologi yang dilewatinya ( Tarbuck & Lutgens, 1984, hal 225 – 226 ). Pembentukan stadia daerah juga dipengaruhi oleh iklim daerah tersebut. Stadia daerah pada daerah yang beriklim humid / basah berbeda dengan stadia pada daerah arid / kering.
Daerah bertingkat erosi muda ditandai oleh
1.Relief bertambah dengan cepat,
2.Sungai-sungai belum berkembang luas
3. Sungai‑sungai dipisahkan oleh divides yang luas
Daerah bertingkat erosi dewasa ditandai oleh
1.Relief mencapai maksimum
2. Sungai‑sungai mulai berkembang
3.Divides makin sempit.
Daerah bertingkat erosi tua ditandai oleh
1.Merendahnya puncak‑puncak divides
2.Relief daerah menjadi bergelombang lemah (undulating). Permukaan bumi yang demikian disebut peneplain (hampirata).
Apabila kemudian terjadi epirogenesis atau orogenesis, maka daerah yang terangkat ini akan tersayat atau tertoreh lagi oleh sungai‑sungai yang mengalir di daerah tersebut sehingga akan terjadi tingkat erosi daerah muda lagi. Proses ini disebut peremajaan atau "rejuvenation" Untuk dapat mempelajari sungai secara keseluruhan, kita harus mengetahui klasifikasi sungai secara genetika. Menurut Lobeck (1939, hal. 171) klasifikasi sungai tersebut terdiri atas :
Sungai konsekuen
Sungai yang mengalir searah dengan arah kemiringan lereng yang dilewatinya. Umumnya sungai konsekuen ini terdapat pada daerah yang mengalami peristiwa tektonik, misalnya uplifted dome, block mountain, dan daerah pesisir pantai.
Sungai subsekuen
Adalah sungai yang mengalir mengikuti arah strike batuan atau arah jurus perlapisan batuan pada daerah dengan batuan yang kurang resisten, atau sungai yang mengalir mengikuti kekar – kekar dan sesar pada daerah dengan batuan yang kristalin.
Sungai obsekuen
Merupakan sungai yang arah alirannya berlawanan arah dengan arah kemiringan perlapisan batuan, dan juga berlawanan arah dengan arah sungai konsekuen. Sungai obsekuen umumnya hanya pendek dengan gradien sungai yang curam, umumnya berupa anak sungai yang mengalir melewati tebing gunung yang curam atau escarpments.
Sungai resekuen
Adalah sungai yang mengalir mengikuti arah jurus kemiringan batuan dan kemiringan lereng. Tetapi sungai resekuen terbentuk belakangan dan pada ketinggian yang lebih rendah dengan besar kemiringan batuan lebih kecil daripada sungai konsekuen. Sungai resekuen umumnya terdapat sebagai anak sungai dari sungai subsekuen.
Sungai insekuen
Merupakan sungai yang arah alirannya tidak dikendalikan oleh struktur batuan, tidak mengalir mengikuti arah kemiringan perlapisan batuan. Sungai insekuen mengalir ke semua arah yang mungkin untuk dilewati, dan hasilnya membentuk pola penyaluran dendritik.
Sungai anteseden
Adalah sungai yang telah ada sebelum perbukitan atau pegunungan terbentuk, sungai ini tetap mempertahankan kedudukan selama proses uplifting berlangsung, akibatnya sungai membentuk water gap karena mengalir melewati punggungan atau perbukitan.
Sungai superimposed ( superposed )
Merupakan sungai yang mengalir sepanjang daerah yang tertutupi oleh dataran alluvial atau sedimen yang dapat membentuk peneplain. Apabila telah mengalami rejuvinasi, sungai superposed akan memotong lapisan penutupnya. Rejuvinasi dapat terjadi apabila peneplain mengalami uplifting.
Sungai reversed/membalik
Adalah sungai yang tidak dapat mempertahankan kedudukannya ketika uplifting terjadi, hanya mengubah arah alirannya mengikuti kelerengan daerahnya.
Sungai compound
Merupakan sungai yang mengalir melewati dua daerah atau lebih dengan umur geomorfologi yang berbeda.
Sungai composite
Adalah sungai yang mengalir melewati dua daerah atau lebih dengan struktur geologi yang berbeda.

PROSES GEOLOGI

PROSES GEOLOGI
Proses Eksogenik
Proses eksogenik adalah proses yang disebabkan oleh tenaga yang berasal dari luar tubuh bumi.
Proses ini terdiri dari :
a.Pelapukan batuan
b.Erosi dan sedimentasi
c.Gerakan massa
a. Pelapukan batuan
Pelapukan batuan yaitu proses perubahan batuan menjadi tanah (soil) baik oleh proses fisik atau mekanik (desintegration) maupun oleh proses kimia(decompositon).
Proses decomposition dapat menyebabkan terjadinya mineral-mineral baru.
Tanah :
Menurut Teknik Sipil :
Mencakup semua bahan dari tanah lempung sampai ke berangkal (batu-batu yang besar)
Dalam Geologi pengertian tersebut disebut regolith yaitu selubung atau lapisan terluar permukaan bumi yang terdiri dari partikel-partikel batuan yang lepas, butir-butir mineral, yang umumnya terletak di atas batuan induk.
Menurut Geologi :
Bagian dari regolith yag dapat membantu tanaman berakar untuk tumbuh
Proses pelapukan batuan dibagi menjadi dua macam :
Pelapukan mekanik atau disintegrasi
Pelapukan kimia atau dekomposisi
Pelapukan mekanik
Adalah proses hancurnya batuan secara mekanik atau fisik. Proses ini disebabkan oleh pemuaian dan penyusutan batuan karena perubahan suhu yang besar. Pelapukan mekanik yang disebabkan kegiatan organisme seperti merambatnya akar tanaman, injakan binatang, kegiatan manusia dapat disebut sebagai pelapukan biomekanik atau biofisik
Pelapukan kimia
Pelapukan kimia adalah proses hancurnya batuan karena perubahan mineralnya.
Pelaku pokoknya adalah air hujan yang melarutkan gas CO2 dari atmosfer, sehingga setibanya di permukaan bumi menjadi asam karbonat.
Pelapukan kimia dibagi menjadi empat, yaitu :
Hidrasi, adalah proses terbentuknya mineral-mineral baru
Hidrolisis adalah proses pembentukan ion hidroksil yang kemudian berperanan dalam reaksi kimia. Pada umumnya hal itu terjadi pada pelapukan feldspar dan mika.
Pencucian adalah proses berubah dan berpindahnya komponen‑komponen kimia suatu batuan atau mineral oleh larutan. Batugamping, dolomit, marmer mudah mengalami proses ini.
Oksidasi adalah proses penambahan valensi positif atau pengurangan valensi negatif.
Jadi ada perpindahan satu elektron atau lebih dari suatu ion atau atom.
Oksidasi dapat pula diartikan sebagai reaksi suatu zat dengan oksigen. Dalam hal ini sebagai zat adalah mineral dalam batuan.
Pelapukan kimia karena kegiatan organisme atau disebut juga pelapukan biokimia disebabkan oleh asam humus yang terjadi dari bahan organik humus yang hancur karena bakteri dan terlarutkan oleh air.
Pelapukan kimia kerapkali terjadi jalin-menjalin dengan pelapukan fisik seperti pada proses eksfoliasi dan pelapukan membola.
Eksfoliasi adalah pengelupasan batuan menjadi bentuk lempeng lengkung karena bagian luar batuan lapuk oleh hidrasi atau hidrolisis kemudian rontok oleh tenaga mekanik.
Pelapukan membola atau pelapukan sferoidal adalah pelapukan yang disebabkan karena batuan mengalami retak-retak (biasanya karena kekar), kemudian retakan itu terisi air. Air ini menyebabkan hidrasi atau hidrolisis pada bagian‑bagian batuan di sekitar retakan itu. Akibatnya terjadilah inti‑inti batuan segar berbentuk membulat dikelilingi oleh tanah hasil pelapukannya
Tanah
Tebal dan tipisnya lapisan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
Jenis batuan induk (komposisi mineral batuan induk)
Relief topografi permukaan bumi
Iklim
Organisme
Waktu
Ditinjau dari hubungannya dengan batuan induk tanah dibagi menjadi dua macam yaitu :
Tanah sisa (Residual Soil) adalah tanah yang letaknya masih berada di atas batuan induknya. Tanah ini belum berpindah tempat karena pengangkutan oleh proses erosi atau gerakan massa.
Tanah terangkut (Transported Soil) adalah tanah yang sudah terangkut dan diendapkan di tempat lain baik oleh air, angin, es, ataupun gerakan massa
Tanah terangkut, pengertiannya sama dengan sedimen klastik. Dengan demikian klasifikasinya berdasarkan pelaku pengangkutannya dan tempat diendapkannya, sama dengan klasifikasi sedimen klastik. Klasifikasinya berdasarkan ukuran butir tanah, juga sama dengan sedimen klastik.
Erosi dan Sedimentasi
Erosi adalah proses berpindahnya materi penyusun permukaan bumi (tanah dan batuan) karena terangkut oleh air, angin atau es yang mengalir atau bergerak di permukaan bumi.
Air yang mengalir di permukaan bumi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu Overland flow dan Stream flow.

Overland flow, mengalir sebagai massa air yang luas dan relatif tipis sebagai lembaran air atau melalui alur-alur yang saling berhubungan. Proses erosinya disebut erosi lembaran (sheet erosion).
Stream flow, adalah aliran permukaan yang menjadi satu atau biasa disebut sungai
Air permukaan (run off = running water) merupakan salah satu komponen sistem siklus hidrologi
Air sungai sangat penting bagi kehidupan manusia, karena air sungai berguna sebagai :
1.sumber untuk irigasi lahan pertanian
2.sumber tenaga untuk industri
3.untuk keperluan rumah tangga
4.sarana pengangkut
5.obyek wisata
6.tempat hidup ikan.. dll.
Ditinjau dari segi geologi, aliran air permukaan dan air sungai khususnya, berperanan penting sebagai pemindah air dari daratan ke laut atau samudera. Air permukaan bersama‑sama dengan gerakan massa merupakan pelaku pokok pengelupas daratan.
Setiap tahun, sedimen dari darat yang terangkut ke laut atau samudera secara mekanik ada sejumlah 1 bilyun ton, sedangkan yang terangkut melalui larutan hasil leaching berjumlah 400 juta ton (Flint dan Skinner, 1974:126).
Jumlah massa tanah atau batuan yang tererosi dipengaruhi oleh faktor‑faktor sebagai berikut
1.Macam batuan
2.Kemiringan lereng
3.Iklim (curah hujan)
4.Tingkat kelebatan tetumbuhan
5.Organisme
6.Waktu
Sungai
Running water atau aliran air permukaan merupakan agen geologi yang paling penting dalam proses erosi, transportasi, dan deposisi sedimen. Hampir semua landscape di bumi terbentuk dari hasil erosi sungai atau deposisi. Sungai adalah suatu tubuh running water yang terkumpul pada suatu saluran dan bergerak menuju base level of erosion akibat pengaruh gaya gravitasi ( Plummer dkk, 2003, hal 224 ). Sungai umumnya berada pada suatu stream channel, yaitu suatu bentuk depresi yang panjang dan sempit yang tererosi oleh air sungai menjadi sedimen. Apabila jumlah air melebihi kapabilitas sungai untuk menampungnya, maka air akan meluap ke pinggir sungai, daerah yang dialiri air pada saat banjir disebut sebagai daerah dataran banjir ( flood plain ) (Plummer dkk, 2003:224). Sungai berawal dari daerah dengan kelerengan tinggi dan mengalir menuju daerah dengan kelerengan rendah yang pada akhirnya akan bermuara ke laut. Air akan mengalir menuju laut karena gaya gravitasi. Waktu yang dibutuhkan untuk menuju laut tergantung pada kecepatan aliran sungai ( velocity ) yaitu jarak yang dilalui air per satuan waktu. Kecepatan aliran sungai berhubungan langsung dengan kemampuan sungai untuk mengerosi dan mentransportasikan material.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan aliran sungai, antara lain gradien sungai, karakteristik channel, dan discharge (Tarbuck & Lutgens, 2000, hal.92).
Gradien sungai, adalah kelerengan sungai yang diekspresikan oleh suatu penurunan vertikal pada jarak tertentu. Semakin besar gradiennya, semakin besar pula energi yang tersedia untuk mengalirkan air.
Karakteristik channel, channel sungai adalah suatu saluran yang mengendalikan aliran air, tetapi air tetap mengalami friksi selama mengalir. Bentuk, ukuran dan kekasaran channel berakibat pada jumlah friksi yang dialami air.
Semakin besar ukuran channel semakin efisien aliran air karena kecilnya proporsi air yang berkontak dengan channel. Suatu channel yang halus dan licin akan menghasilkan aliran air yang relatif seragam, sedangkan channel yang tidak beraturan akan menghasilkan boulder–boulder yang menyebabkan turbulensi yang akan melambatkan aliran sungai.
Discharge, adalah jumlah volume air yang mengalir per satuan waktu, satuannya dalam kubik meter per detik atau kubik feet per detik. Nilai discharge selalu berubah – ubah tergantung pada curah hujan dan pelelehan salju. Apabila jumlah air pada sungai bertambah maka kecepatan aliran air juga akan bertambah besar pula. Untuk mengatasi penambahan air, sungai akan memperbesar ukuran channel dengan cara memperlebar dan membuat dalam channel tersebut.

POLA PENYALURAN

Semua sungai, baik besar maupun kecil mempunyai penyaluran cekungan atau drainage basin. Drainage basin adalah semua daerah yang dialiri oleh sungai dan tributary, tributary yaitu sungai kecil yang mengalir menuju sungai yang lebih besar ( Tarbuck & Lutgens, 1984, hal 219 ). Drainage basin dari satu sungai dipisahkan dengan drainage basin dari sungai lainnya oleh garis khayal yang disebut sebagai divide atau garis pembatas. Sungai pada sistem drainage basin terbagi menjadi dua, yaitu sungai intermittent dan sungai perennial. Sungai intermittent adalah sungai yang berair hanya pada musim hujan, sedangkan sungai perennial adalah sungai yang berair sepanjang tahun. Semua sungai yang saling berhubungan membentuk suatu pola penyaluran. Bentuk dari pola penyaluran adalah beraneka ragam, tergantung dari struktur geologi dan litologi penyusun.
PROSES EROSI PADA SUNGAI
Erosi adalah berpindahnya material – material batuan dan tanah akibat adanya aktifitas air permukaan, dalam hal ini yaitu sungai. Sungai mengerosi batuan melalui tiga cara, yaitu hydraulic action, solution, dan abrasi ( Plummer dkk, 2003, hal 230 ).
1.Hydraulic action adalah kemampuan aliran air untuk mencongkel dan memindahkan batuan atau sedimen. Besarnya tenaga aliran air dapat memecahkan batuan dan membawa material pecahan tersebut sepanjang channel.
2.Solution ialah erosi yang terjadi akibat adanya pelapukan, hasil pelapukan pada batuan tersebut akan bercampur dengan air membentuk semacam larutan kimia.
3.Abrasi yaitu penggerusan batuan atau sedimen yang dilewati oleh aliran air.
MEKANISME TRANSPORTASI SUNGAI
Sedimen mengalami transportasi oleh sungai melalui tiga cara, yaitu dengan mekanisme bed load, mekanisme suspended load dan mekanisme dissolved load. ( Plummer dkk, 2003:231 – 232 ).
Mekanisme bed load Partikel – partikel sedimen terangkut pada dasar sungai. Partikel – partikel tersebut umumnya berukuran butir gravel – sand.
Pada mekanisme bed load ada beberapa macam cara partikel – partikel tertransportasikan :
1.Traksi, yaitu pengangkutan dengan cara terseret pada dasar sungai.
2.Rolling, partikel – partikel tersebut tertransportasikan dengan cara menggelinding di dasar sungai.
3.Saltasi, partikel – partikel tertransportasikan dengan cara melompat – lompat pada dasar sungai.
4.Mekanisme suspended load
Material – material sedimen tertransportasikan oleh sungai dengan cara melayang – layang di atas dasar sungai oleh turbulensi air. Material – material yang terangkut dengan cara ini umumnya berukuran butir lanau sampai lempung.
Mekanisme dissolved load
Umumnya material yang tertransportasikan dengan cara ini merupakan larutan hasil pelapukan kimia, misalnya ion – ion bikarbonat, kalsium, potassium, sodium, klorit, dan sulfat.
PROSES DEPOSISI PADA SUNGAI
Proses deposisi berlangsung apabila sungai tidak dapat lagi mentrasportasikan material – material yang dibawanya. Menurut Thornbury (1964, hal. 164 – 165), hal tersebut dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain :
Penurunan kecepatan aliran sungai.
Adanya hambatan disepanjang channel, misalnya akibat adanya aliran lava atau gerakan massa.
Penambahan material – material yang ditransportasikan sungai.
Berkurangan debit aliran akibat perubahan iklim.
Proses deposisi yang berlangsung secara terus – menerus dapat membentuk dataran banjir, braided streams, endapan gosong, alluvial fan, dan delta. Di samping air, angin juga merupakan pelaku dalam proses erosi. Erosi oleh angin dibagi menjadi dua macam yaitu deflasi dan abrasi
Deflasi adalah proses perpindahan materi permukaan bumi yang lepas‑lepas disebabkan oleh tiupan angin.
Abrasi adalah pengikisan materi permukaan bumi oleh angin dan butir‑butir materi yang terangkut.
Hasil pengendapan oleh angin yang tebal dan luas dan terdiri dari butir‑butir kuarts, feldspar, mika dan kalsit berukuran butir lempung, lanau dan pasir.
Gerakan Massa
Gerakan massa adalah proses berpindahnya tanah atau batuan disebabkan oleh gaya gravitasi bumi.
Gerakan massa ada beberapa macam yaitu :
Creeping (rayapan tanah) yaitu gerakan massa tanah sepanjang bidang batas dengan batuan induknya. Gerakannya sangat lambat, tidak dapat diikuti dengan pengamatan mata langsung. Baru diketahui setelah nampak adanya pohon atau tiang listrik/telpon yang miring.
Mudflow (aliran lumpur) yaitu gerakan massa yang relatif cair dan gerakannya relatif cepat. Sebagai contohya adalah aliran lahar
Debris Flow (aliran bahan rombakan) yaitu gerakan massa bahan rombakan yang kering dan bersifat lepas. Gerakannya relatif cepat
Rock Fall (jatuhan batuan) dan debris fall (jatuhan bahan rombakan) yaitu gerakan massa batuan atau bahan rombakan yang jatuh bebas karena adanya tebing terjal menggantung. Gerakannya cepat.
Debris slide dan Rock slide (Geseran bahan rombakan dan geseran batuan) yaitu gerakan massa batuan atau bahan rombakan yang menggeser sepanjang bidang rata dan miring, misalnya di sepanjang permukaan bidang lapisan batuan.
Slump adalah geseran melalui bidang lengkung
Subsidence (Amblesan) adalah gerakan massa tanah atau batuan yang relatif vertikal secara perlahan‑lahan.
Gerakan massa dipengaruhi oleh faktor‑faktor
1.Kekompakan tanah atau batuan
2.Vegetasi
3.Kemiringan lereng
4.Berat massa tanah atau batuan serta massa benda di atasnya
5.Kandungan air
6.Adanya bidang pelincir yang miring
7.Getaran bumi baik oleh gempa bumi maupun oleh sebab lain seperti lewatnya kendaraan berat.

Perkembangan Teknik Hibridoma

PRINSIP PEMBUATAN ANTIBODI MONOKLONAL
Tujuannya ialah menciptakan sel pembuat antibody homo- gen yang dapat dibiakkan terus menerus (immortal), melalui :
1) Fusi sel limpa kebal dan sel mieloma
Pada kondisi biakanjaringan biasa, sel limpa yang membuat antibodi akan cepat mati sedangkan sel mieloma dapat dibiakkan terus menerus. Fusi sel dapat menciptakan sel hibnd yang membuat antibody seperti sel timpa dan dapat dibiakkan terus menerus seperti sel mieloma (9,10,11)

2) Eliminasi sel induk yang tidak fusi
Frekuensi terjadinya hibrid sel timpa-sel mieloma biasanya rendah, karena itu penting untuk mematikan sel yang tidak fusi yang jumlahnya lebih banyak agar sel hibrid mempunyai kesempatan untuk tumbuh, dengan cara menggunakan:
(i) Sel mieloma mutan yang mempunyai kelainan (defect) sintesis nukleotida yaitu sel mieloma yang tidak mempunyai enzim timidin kinase (TK) atau hypoxanthine phosphoribosyt transferase (HGPRT) sehingga dalam sintesis nukleotida tidak dapat menggunakan salvage pathway dan
(ii) Media selektif yang dikembangkan oleh Littlefield, me- ngandung hypoxanthine, aminopterin dan thymidine (HAT). Aminopteninmenghambatjalan biasa biosintesis purin dan piri- midin sehingga memaksa sel menggunakan salvage pathway. Sel yang tidak fusi karena tidak mempunyai enzim timidin kinase atau hypoxanthine phosphonibosyttransferase akan mati, se- dangkan sel hibrid karena mendapatkan enzim tersebut dan sel mamalia yang difusikan dapat menggunakan salvage pathway sehingga tetap hidup dan berkembang (10,12).
3) Isolasi Mon yang diinginkan
Sel hibrid dikembang biakkan sedemikian sehingga tiap sel hibrid akan membentuk kotoni sendiri. Tiap koloni kemudian dipelihara terpisah satu sama lain. Hibridoma yang terbentuk di- pilih dengan cara mendeteks antibodi yang disekresikan dalam medium. Kadarantibodi biasanya cukuptinggi, sehingga banyak uji serologi yang dapat digunakan tergantung jumlah antigen spesifik yang tersedia, tetapi yang paling sering digunakan adalah radioimmunoassay (RIA) dan enzyme linked immunosorbent assay (EL1SA).
4) Produksi antibodi monokional spesifik
Setelah klon hibridoma yang diinginkan dapat diisoiasi, maka produksi antibodi monokional dapat dilakukan dengan cara :
(i) in vitro, membiakkan pada medium biakan jaringan dan antibodi dapat dipanen dan supernatan. Kadar pada umumnya 10?100 ug/ml supernatan,
(ii) in vivo, mentranspiantasikan intraperitoneal pada binatang, antibodi dipanen dan cairan asites. Kadar pada umumnya 1-25 mg/ml cairan asites (10,12) .
PERKEMBANGAN TEKNIK HIBRIDOMA
Sejak diperkenaikan, teknik hibridoma telah banyak mengalami perkembangan untuk mendapatkan klon secara efisien dan hibridoma yang hidup secara maksima (13) . Sejalan dengan tujuan maka pengembangan timbul pada cara-cara:
1) Imunisasi
Hibridoma merupakan hasii fusi 2 sei yaitu sd mieioma dan sel B penghasii antibodi. Karena itu supaya memperbanyak sel B spesifik terhadap antigen yang diinginkan penting supaya popu- lasi sel B pesifik jumlahnya lebih banyak sehingga hasil fusi mencapai maksimal. Banyaknya sel B spesifik dipengaruhi anti- gen baik caranya stimuiasi maupun sifat dan antigen sendiri, Se- hingga untuk memperbanyak sel B spesifik, dilakukan berbagai cara imunisasi, yaitu:
(i) Konvensional
Cara ini sebenarnya sama dengan cara imunisasi untuk membuat antibodi poiikional. Antigen berupa protein atau poli- sakanida dalam volume yang sama diemulsikan dengan complete Freuncfs adjuvant, bila antigen seluier dibuat tanpa ajuvan. Antigen disuntikkan subkutan pada beberapa tempat atau intra- peritoneai, setelah 2?3 minggu disusul suntikan antigen tanpa ajuvan secara intravena sekali atau beberapa kaii. Mencit dengan tanggap kebal terbaik dipilih, 1?2 hari setelah suntikan terakhir mencit dibunuh dan diambil sel limpanya (11,12) . Cara ini dianggap cukup baik dan secara umum banyak dipakai, walaupun di- pengaruhi sifat antigen berupa imunogen kuat atau lemah serta tanggap kebal binatang yang berbeda-beda. Bila informasi anti- gen yang iengkap tidak bisa didapatkan cara imunisasi ini ter- bukti memberi hasil cukup baik (11) ..
(ii) Imunisasi sekali suntik intralimpa (Single-shot intrasplenic immunization) Pada imunisasi konvensional, antigen dipengaruhi ber- macam-macam faktor. Bila disuntikkan ke dalam darah sebagian besar akan dibuang secaraaiami, sedangkan melalui kulit akan tersaring kelenjar limfe regional, makrofag dan sel retikuler. Hanya sebagian kecii antigen yang terlibat daiam proses tanggap
kebal. Pada hibridoma yang diperlukan adalah sel limpa, karena itu untuk mencegah eiimin antigen oleh bagian lain dari tubuh dilakukan suntikan imunisasi langsung pada limpa dan ternyata hasilnya lebih baik dan cara konvensional (14) . Selain memberi- kan hasil klon spesifik yang lebih banyak, imunisasi intraiimpa ini memberi keuntungan yang lain :
(1) Pemakaian antigen yang sangat hemat, misalnya untuk imunisasi dengan 1gM manusia hanya diperiukan 20 ug, sedangkan untuk antigen berupa sel hanya diperlukan 200.000 sel, sehingga dapat dibuat hibridoma dan antigen yang terbatas jumiahnya. Karena hampir semua binatang percobaan membeni tanggap kebal yang baik, tidak di- periukan binatang dalam jumlah yang besar (14) .
(2) Fusi dapat dilakukan dalam waktu 3 hari seteiah imunisasi (14) .
(iii) Imunisasi in vitro
Tidak ditemukannya antibodi monokional spesifik sering karena kegagalan stimulasi limfosit B pada imunisasi in vivo. ini mungkin disebabkan toleransi atau adanya antigen hierarchy response (reaksi tanggap kebai hanya terhadap beberapa kom- ponen antigen). Sering terjadi seteiah imunisasi dengan antigen yang Iemah, wataupun titer antibodinya tinggi ternyata gagal mendapatkan hibridoma spesifik karena rendahnya jumtah sel B spesifik dalam limpa, maka untuk mengatasinya dilakukan imunisasi in vitro (15) Pada prinsipnya sel timpa belum imun ditambah antigen dan TCM (thymocyte culture-conditioned medium) yaitu medium biakan sel thymus setelah inkubasi 48 jam. Antigen dapat benupa antigen tertarut sebanyak 30?1000 ug atau sel yang difiksasi aikohol atau yang diradiasi 4500 rad dengan Cesium radioaktif. Setelah diinkubasikan 37?C selama 5 hari akan banyak dijumpai sel blast yang besar dan pada keadaan ini sel siap untuk dilakukan fusi (15) Sebagai contoh kebenhasiian imunisasi in vitro : melalui imunisasi in vitro dengan 107 sel acute myeloid leukemia (AML) yang difiksasi alkohol, 31 dan 96 sumur biakan menghasilkan hibridoma spesifik dan antibodi dan 6 dari klon ternyata sangat spesifik karena tidak beneaksi dengan sel darah penifer maupun sel sumsum tuiang. Hasil ini berbeda bila dibandingkan melalui imunisasi in vivo, antibodi yang dihasiikan sebagian besar bereaksi dengan major histocompatibility antigen atau major rnyeloid differentiation antigen yang merupakan bagian terbanyak dari permukaan sel (15) . Perkembangan selanjutnya merupakan penyederhanaan kon- disi imunisasi in vitro yaitu menggunakan medium yang biasa untuk biakan jaringan yaltu RPMI (Roswell Park Memorial Institute) atau DMEM (Dulbeco `s Mod Eagle's Medium) dan ajuvan peptida yang mudah didapat, N-acetytmuramyl-L-alanyi- D-isoglutamine. Cara ini terbukti telah meningkatkan jumlah hibridoma pembuat antibodi sertajumlah hibridoma yang dapat
bertahan hidup. Pada pninsipnya cara ini sama dengan di atas, yaitu sel limpa beium imun ditambah antigen dan 20 ug N- acetylmuramyi-L-alanyi-D-iso- glutamine, diinkubasikan 37?C dengan 5% CO 2 95% udara setama 4 hari (16) . Berhasilnya imu- nisasi in vitro ini telah membuka petuang dilakukannya stimulasi in vitro sel B manusia, karena imunisasi in vivo tidak dapat di- jaiankan karena dibatasi etika, yang seianjutnya diikuti fusi dengan sel mieloma manusia atau transformasi dengan virus Epstein-Barr sehingga dapat dibuat antibodi monoktonat ma- nusia(16) .
2) Pilihan sel mieloma
Yang rnenjadi pertimbangan dalam memilih sel mieloma, adalah:
a) Spesies
Sd mieloma yang berasal dari spesies yang sama dengan binatang yang diimunisasi akan mengurangi segregasi kromo- som pasca fusi. Contoh yang ekstrim ialah hibridoma sel mieloma mencit dengan sel limpa manusia,kromosom sel manusia dengan cepat mengalami segregasi sehingga hasil hibrid menjadi tidak stabi1 (11,17) . Dalam perkembangannya, pemilihan sel mieloma yang berbeda spesies dapat dilakukan terutama untuk tujuan ter- tentu. Hibrid sel mencit dengan tikus telah dibuat dan berhasil baik, tetapi perbedaan spesies yang terlalu jauh dikatakan tidak produktif (18) . Walaupun pembuatan antibodi monokional mencitdan tikus sudah berhasil baik, gunanya secara klinis sangat terbatas karena tetap merupakan protein asing untuk manusia. Karena itu dikem- bangkan hibrid manusia dengan mengembangkan sel mieloma manusia yang sensitif terhadap hypoxanthinc-aminopterin- thymidine. Tim dari Stanford University telah berhasil membuat galur sel mieloma tersebut yaitu U-266 AR1 dengan nomor registrasi SKO-007. Sayangnya galur ini masih membuat sendiri IgE (19).
b) Sintesis imunoglobulin
Sel hibridoma mengekspresikan rantai imunoglobulin se- cara codominant, sehingga imunoglobulin dan sel mieloma akan diekspresikan bersama imunoglobulin dan sel limpa dengan kombinasi secara acak (19). Sebagai contoh, bila sel mieloma membentuk rantai berat dan rantai ringan imunoglobulin, seperti juga halnya dengan sel limpa, maka imunoglobulin dan sel hibrid merupakan kombinasi acak dari ke-4 rantai dan antibodi spesifik hanya terdapat 1/16 dari seluruh imunoglobutin yang terben- tuk (20) . Karena itu pengembangan diarahkan untuk membuat sel mieloma yang tidak membuat rantai imunoglobulin tetapi tetap dapat fusi dengan baik. Gatur sel mieloma mencit SP2/O-Ag14 yang merupakan hasil reclone SP2/HI-Ag adalah sel mieloma pertama yang tidak membentuk rantai imunogtobutin (20) . Ber- bagai jenis mieloma dapat dilihat pada Tabel 1.

3) Medium biakan
Medium biakan umumnya DMEM atau RPMI 1640 dengan tambahan fetal calfserum (FCS) dan aditif lainnya. Yang menjadi masalah adalah FCS harganya mahal, sutit didapat dan kuali- tasnya sangat bervariasi tergantung sumbernya bahkan juga bervariasi untuk tiap batch. Penambahan FCS sangat penting, bahkan pada waktu fusi, seleksi dan cloning kadar FCS dalam medium sering dinaikkan. Dipilih FCS karena kandungan imunogtobulinnya rendah sehingga tidak mempengaruhi assay serta sangat mendukung tumbuh dan kembang biak sel (11) . Usaha pengembangan dilakukan untuk mendapatkan me- dium tanpa serum karena memberi keuntungan: ? memungkinkan penetitian yang tak memperbotehkan adanya protein serum atau bahan-bahan dan serum misatnya hormon, antibodi. ? ekonomis, terutama untuk menumbuhkan sel dalam skala besar. ? mempermudah pemurnian antibodi monokional, bahkan pada beberapa keadaan, antibodi monokional dapat langsung digunakan tanpa pemurnian (21) . Salah satu dari medium tanpa serum adalah Serum-free KSLM medium yang menggunakan medium dasar RPMI 1640 + DMEM + Hams F-12 medium dengan perbandingan 2: 1: 1, ditambah insulin, 2-amino etanol, 2-merkaptoetanot, natrium selenit, LDL manusia, asam oleat dalam kompleks dengan albumin serum sapi (BSA) (22) . Serum- free KSLM medium terbukti sama baiknya untuk menumbuhkan sel mieloma NS- 1 dan sel hibnidoma (Tabet 2), dibandingkan medium dengan 10% FCS. Harus menjadi perhatian bahwa tidak semuajenis sel mieloma atau hibridoma cocok dengan medium tanpa serum (21) .
4) Fusi sel
Fusi sel diawali dengan fusi membran plasma sehingga menghasitkan sel besar dengan dua atau lebih inti yang berasal dari kedua induk sel yang berbedajenis, disebut heterokaryon, pada waktu tumbuh dan membelah diri terbentuk 1 inti yang me- ngandung knomosom kedua induk disebut sebagai sel hybrid (17) .
Frekuensi fusi dipengaruhi bermacam?macam faktor:
? jenis medium.
? perbandingan jumtah sel timpa dengan sel mieloma.
? jenis sel mieloma yang digunakan.
? bahan yang mendorong timbulnya fusi (fusogen), misainya polyethylene glycol (23) .
Secara garis besar fusogen dibagi menjadi 2 kategori:
? Virus berselubung. Yang sering digunakan adalah virus Sendai (17,24) .
? Reagensia tipofitik atau tipolitik, misal lysole cithin dan polyethylene g1ycol (17) .
Pada awal penelitiannya Kohier dan Milstein menggunakan virus Sendai yang inaktif sebagai fusogen (3) , tetapi karena sulit menyiapkannya, efisiensinya sangat bervariasi dan hanya men- dorong fusi pada beberapa jenis sel saja, maka fusogen diganti dengan polyethylene glycol yang lebih mudah didapat dan dapat mendorong fusi pada sel dengan jenis yang lebih luas (17) . Pengem- bangan fusi sel banyak diarahkan untuk menaikkan efisiensi fusi yang dianggap masih rendah, antara lain dengan cara: ? mengembangkan fusogen Polyethyleneglycol (PEG) secara luas sudah digunakan se- bagai fusogen, biasanya dengan berat molekul 1000?6000, kon- sentrasi 50%. Penambahan PEG dengan DMSO (dimethylsul- phoxide) ternyata dapat menaikkan efisiensi fusi (17) . ? mengembangkan teknik fusi lain,yaitu menggunakan medan listrik pada limfoblas (25) .
5) Penumbuhan hibndoma
Berdasarkan pengamatan Fazekas de St Groth dan Schei- degger, penumbuhan hibrid pasca fusi yang dilakukan dengan feeder cell (sel limpa tidak imun) memberi hasil yang lebih konstan dibanding tanpa feeder cell (18) . Sebagai feeder system dapat digunakan sel limpa tidak imun, thymocyte, makrofag peritoneum, fibroblas manusia yang telah diradiasi (18), lipopoli- sakarida (LPS), supernatan makrofag, supernatan biakan endotel manusia dan serum darah tali pusat manusia (13) . Dalam feeder system terdapat faktor pendorong penumbuhan sel, sebagai con- toh: ? mitogen lipopolisakarida (LPS), efeknya diperkuat dengan penambahan dextran sufat. ? supernatan makrofag mengandung monokin (interleukin-1) menimbulkan aktivasi limfosit. ? supernatan biakan endotel pembuluh darah manusia dapat mendorong proliferasi dan diferensiasi hibridoma sel B, faktor mitogennya sampai sekarang betum diketahui. Demikian juga dengan serum tali pusat manusia yang sampai saat ini belum
diketahui faktor yang mendorong tumbuhnya hibridoma (13) . Penambahan feeder system terbukti menaikkan frekuensi sel limpa pembentuk klon dan frekuensi terbentuknya klon yang membuat antibodi setelah fusi (Tabel 3)
(13)
KESIMPULAN
Hibridoma merupakan fusi sel limfosit B dengan sel mieloma, yang dapat dibiakkan terus menerus. Karena hibridoma sel limfosit B tetap mempertahankan ekspresi gen imunoglobulin maka dimanfaatkan untuk membuat antibodi monoklonal. Frekuensi timbulnya hibrid setelah fusi sangat rendah, karena itu pengembangannya banyak diarahkan untuk menaikkan frekuensi fusi dan mendapatkan klon hidup secara maksimal. Cara imunisasi konvensional memberi hasil cukup baik, tetapi cara imunisasi sekali suntik intratimpa dan in vitro mem- beri hasil lebih baik, lebih hemat antigen serta waktunya lebih singkat, bahkan imunisasi in vitro membuka peluang dilakukan- nya imunisasi limfosit B manusia, dimana imunisasi in vivo tidak dapat dilakukan karena dibatasi etika. Pilihan sel mieloma makin beragam, baik spesies (mencit, tikus, manusia) maupun sifatnya, makin ideal untuk membuat antibodi monokional dengan dikembangkannya galur sel mieloma yang tidak membentuk rantai imunogtobulin. Medium dasar ditambah FCS (fetal calf serum) secara umum cukup baik, tetapi FCS merupakan hambatan karena harganya mahal, sulit di- dapatkan serta hasilnya bervariasi. Karana itu dikembangkan medium tanpa serum sehingga penelitian yang perlu keadaan tanpa serum dapat dilakukan dan biaya pemeliharaan sd dalam skala besar akan lebih murah. Untuk mendorong timbulnya fusi sel banyak digunakan polyethyleneglycol (PEG) yang mudah didapat dan cukup efek- tif. Pengembangan dilakukan untuk memperbaiki frekuensi fusi dengan menambahkan DMSO bersama PEG dan penggunaan medan listnik. Penambahan bermacam-macam feeder system, terbukti dapat mendorong penumbuhan hibridoma.

PERKEMBANGAN LEMBAH SUNGAI

Sungai dapat memotong lembah pada tempat sungai tersebut mengalir. Peristiwa tersebut dapat menghasilkan bentukan lembah yang bermacam – macam akibat erosi. Evolusi dari lembah terbagi atas 3 tahap, yaitu tahap muda, tahap dewasa, dan tahap tua (Thornbury, 1954, hal 137-138).
Tahap muda.
Pada tahap ini sungai akan memiliki arus yang deras, kadang – kadang terdapat airterjun, lembah yang sempit dan berbentuk V, gradien sungai curam sehingga erosi vertikal akan lebih dominan, banyak gully – gully yang mengalami erosi kehulu, umumnya membentuk pola penyaluran dendritik.
Tingkat erosi muda ditandai oleh
1.Sungai sangat aktif dan erosi berlangsung cepat,
2.Erosi vertikal lebih kuat daripada erosi ke samping,
3.Lembah sungai mempunyai profil berbentuk V,
4.Tidak ada dataran banjir atau kalau ada dataran banjir tersebut sangat sempit,
5.Gradien sungai curam, ditandai oleh adanya jeram dan
air terjun,
1.Anak sungai sedikit dan kecil,
2.Aliran sungai deras,
3.Bentuk sungai relatif lurus.
4.Tahap dewasa.
Pada tahap dewasa erosi lateral lebih dominan sehingga sungai mulai memperlebar lembahnya, mulai membentuk meander dan dataran banjir, gradien sungai landai, lembah sungai lebar dengan bentuk U, sungai mulai mengalami shifting atau perpindahan mengikuti bentuk lembahnya.
Tingkat erosi dewasa ditandai oleh
1.Kecepatan aliran berkurang,
2.Gradien sungai sedang, jeram dan air terjun sudah tereliminir, aliran sungai tidak begitu deras,
3.Dataran banjir mulai terbentuk,
4.Erosi ke samping lebih kuat daripada erosi vertikal,
5.Mulai terbentuk meander sungai,
6.Pada tingkat ini sungai mencapai kedalaman paling besar.
7.Tahap tua.
Sungai mulai memasuki tahap tua apabila lebar dataran banjirnya lebih besar daripada meander belt – nya, sungai akan sering mengalami shifting karena dataran banjirnya yang sangat luas, erosi lateral jauh lebih dominan daripada erosi vertikal, gradien sungai sangat landai, proses sedimentasi akan lebih dominan daripada proses transportasi, kadang – kadang terdapat danau dan rawa – rawa pada dataran banjirnya akibat adanya oxbow lake. Pada tahap ini apabila pada daerah tersebut mengalami pengangkatan, yang mengakibatkan sungai akan mulai mengerosi secara vertikal lagi, maka sungai tersebut mengalami rejuvinasi. Bekas dataran banjir yang telah terangkat disebut sebagai teras sungai.
Tingkat erosi tua ditandai oleh
1.Kecepatan aliran makin berkurang
2.Pelebaran lembah, walaupun lambat tetapi masih lebih kuat daripada pendalaman sungai
3.Dataran banjir lebih lebar daripada sabuk meander
4.Oxbowl lakes, meander scars, natural levees atau tanggul alam lebih umum dijumpai daripada ketika sungai ini bertingkat dewasa.

MACAM BENTUK LAHAN BAWAH LAUT / SAMUDERA

Heezen dan Wilson (1968, dari Gunter et al., 1980) mengklasifikasikan bentuk lahan dasar samudera menjadi 3 bagian yang paling penting, yaitu :
Tepi benua (continental margin)
Cekungan laut dalam (deep-sea basin)
Punggungan tengah samudera (mid-ocean ridge)

Bloom (1978), mendasarkan kepada kedalaman dan bentuk struktur geologi membagi bentuk lahan dasar samudera menjadi 2 propinsi, yaitu :
Tepi benua (continental margin ) bagian yang lebih kecil.
Dasar laut dalam (deep-sea floor), bagian yang lebih luas.
Kedua propinsi di atas masing-masing diperinci lagi. Pada kenyataannya di lapangan batas antara masing-masing bentuk lahan tidak dapat ditentukan secara lebih jelas dan mudah. Pembeda antara tepi benua dengan dasar laut dalam adalah bahwa tepi benua secara struktural merupakan bagian dari benua dan pernah mengalami kontak dengan udara di permukaan selama terjadi akumulasi sedimen yang berasal dari daratan. Sedangkan dasar laut dalam sangat berlawanan, memiliki struktur kerak samudera dan tidak pernah berada di atas permukaan laut
Stowe (1978) berpendapat bahwa kondisi bawah samudera secara geomorfologis dapat dibagi menjadi : paparan (shelf), lereng (slope), jendulan (rise), cekungan samudera (ocean basin), sistem punggungan tengah samudera (Mid Oceanic Ridge System), dan kenampakan lain yang lebih kecil yang terdapat pada dasar samudera.
Tepi Benua
Tepi benua pada bagian paling tepi disebut laras benua (continental shelf). Kelerengannya landai dari pantai sampai kedalaman 150 – 200 m. pada akhir dari laras (shelf break) kelerengannya menjadi curam secara tiba-tiba disebut lereng benua (continental slope). Bagian di bawah tepi benua yang menumpang di atas kerak samudera menyerupai tinggian disebut jendulan benua (continental rise). Kenampakan laras benua, lereng benua dan jendulan benua menunjukkan tepi pasif (passive margin) dari benua pada lempeng litosfer
Laras Benua (Continental Shelf)
Sekitar 15 % dari bentang lahan bawah samudera merupakan laras benua dan lereng benua (Menard & Smith, 1969, dalam Bloom, 1978). Laras benua didefinisikan sebagai dataran atau teras yang dangkal dari pantai ke arah laut suatu benua yang dibatasi oleh kelerengan yang menjadi curam secara tiba-tiba dengan kedalaman berkisar 20 – 200 m (Shepard, 1973, dalam Bloom, 1978). Lebar rata-rata dari laras benua adalah 75 km dengan kelerengan 0007’ (sekitar 2 m/ km). Akumulasi sedimen pada laras benua 70 % nya merupakan hasil deposisi yang terjadi sewaktu muka air laut mengalami regresi.
Lereng benua (Continental Slope)
Lereng benua adalah kenampakan permukaan topografi yang paling tinggi, paling curam dan paling panjang di dasar laut (Dietz, 1964, dalam Bloom, 1978). Dari batas laras benua, kedalaman sekitar 200 m, lereng benua menunjam sepanjang 1 – 3 km menuju puncak dari jendulan benua pada kedalaman 1500 m dengan kelerengan sekitar 4017’ (sekitar 75m/km). Gawir yang curam pada lereng benua terjadi oleh kontrol struktur, beberapa lereng benua merupakan gawir patahan.
Dasar Laut Dalam
Jendulan Benua (Continental Rise)
Di dasar dari lereng benua, pada kedalaman beberapa km, kelerengan yang curam berangsur-angsur berkurang menjadi 10 atau kurang dari itu, ke arah laut dalam bentuk lahan ini dibatasi perbukitan tubir (abyssal hills) atau dataran tubir (abyssal plain). Jendulan benua mencakup 5 % dari seluruh dasar samudera. Pada Jendulan benua terakumulasi sedimen dengan jumlah sangat besar dan membaji (mencapai ketebalan hingga 6 km) memanjang hingga 300 – 600 km dihitung dari dasar lereng. Sedimen tersebut berasal dari laras benua , dan merupakan akumulasi sedimen yang terbesar yang terdapat di bumi (Emery, et al., 1970, dalam Bloom, 1978).
Dataran Tubir (Abyssal Plain) dan Bukit-bukit tubir (Abyssal hills)
Sekitar 42 % dari dasar samudera, atau hampir mencapai 30 % dari permukaan bumi, merupakan dataran tubir dan perbukitan tubir (Menard & Smith, 1966, dalam Bloom, 1978). Kedalamannya berkisar 3 – 6 km di bawah muka air laut dengan ketinggian bukit tubir mencapai beberapa ratus hingga 1000 m dari dasar samudera dan merupakan fungsi dari umur kerak samudera. Perbukitan tubir terbentuk oleh vulkanisme dan tektonik pada pemekaran tengah samudera (sea floor spreading) kemudian terbawa menjauh secara lateral dari punggungan tengah samudera oleh pergerakan lempeng dan kontraksi panas. Jika pemekarannya berlangsung cepat, maka topografi bukit-bukit tubir akan landai, jika pemekaran berlangsung lambat, maka akan terbentuk topografi yang kasar Dataran tubir merupakan permukaan pengendapan yang terisi oleh lempung maupun lanau biogenik asal daratan (terrigoneous). Ketebalannya mencapai beberapa ratus meter. Batuannya terdiri dari lempung coklat, tetapi pada daerah dengan air permukaannya kaya nutrisi akan menghasilkan endapan yang didominasi oleh siliceous diatomea atau calcareous foraminifera
Punggungan Tengah Samudera (Mid Ocean Ridge)
Punggung tengah samudera merupakan barisan pegunungan bawah samudera pada kedalaman laut kurang dari 4 km, tetapi pada sisi-sisinya merupakan samudera yang lebih dalam. Lebar bentuk lahan ini mencapai ribuan km dengana ketinggian mencapai 2 km, dan agihannya mencapai sepertiga dari bentuk lahan samudera (Bloom, 1978). Punggung tengah samudera adalah bagian paling muda dari kerak samudera yang membentuk dasar samudera, dan hanya memiliki lapisan sedimen yang tipis di atasnya. Bentuk lahan ini dicirikan oleh adanya kompleks sesar geser (transform fault). Punggung tengah samudera merupakan suatu sitem gabungan dari punggung samudera (ocean ridge) dan jendulan samudera (ocean rise). Antara ridge dan rise hanya dibedakan atas kelerengannya, Ridge lebih terjal dan digunakan untuk barisan pegunungan di tengah Atlantik, sedangkan rise menyerupai tonjolan diterapkan untuk kenampakan di Pasifik Timur. Pada bagian tengah dari sitem punggung tengah samudera ditemui lembah curam dan dalam (rift valley). (Hutabarat & Evans, 1986).
Cekungan Samudera (Ocean Basin)
Cekungan samudera berada antara lereng benua dan sistem punggungan tengah samudera dan mempunyai rata-rata kedalaman 4000 – 6000 m. Luas cekungan samudera ini merupakan 30 % dari luas keseluruhan permukaan bumi Pada dasar Cekungan samudera ini terdapat ratusan hingga ribuan abyssal hill, juga kadang seamount.
Seamount dan guyot (gunung api bawah samudera)
Sebagian kecil dari dasar samudera terdiri dari gunung api, terisolasi atau merupakan pegunungan yang bukan merupakan bagian dari punggung tengah samudera. Elevasi yang menjulang sekitar 3 – 4 km dari dasar samudera sampai beberapa ratus meter di bawah permukaan laut. Gunung api bawah samudera dengan puncak berupa kerucut vulkanik disebut seamount, sedangkan yang berpuncak datar biasa disebut guyot (Hess, dalam Bloom, 1978). Pada beberapa guyot ditemui sedimen laut dangkal seperti kerikil pantai dan endapan koral tetapi saat ini tertutup oleh endapan pelagik karena terletak pada kedalaman 400 – 2000 m. Puncak yang datar dari guyot ini selain akibat erosi, juga dapat terbentuk oleh erupsi vulkanik.
Palung Samudera (trench) dan Busur Kepulauan (Island arc)
Bagian paling dalam dari samudera tidak terletak di tengahnya , tetapi pada bagian dekat tepi.
Sekitar setengah dari tepi benua dibatasi oleh palung yang ,memiliki kedalaman sampai 2 kali kedalaman dasar samudera. Palung samudera adalah suatu jalur yang terjal, sempit dan memanjang pada dasar samudera yang dapat mencapai kedalaman 10.000 m. Keberadaan palung pada umumnya selalu berasosiasi dengan busur kepulauan, yaitu rangkaian- pulau-pulau atau busur punggungan yang memisahkan laut dangkal dengan laut dalam serta sering merupakan pusat gempa dan aktivitas vulkanisme.
Plato
Terdapat sejumlah bagian kerak benua yang terangkat ke permukaan laut berupa dataran membentuk pulau kecil. Tingginya sekitar 1 – 2 km di atas dasar laut. Kerak pada bagian plato ini lebih tebal jika dibanding sekitarnya. Sifat keraknya sama dengan kerak benua. Sebagian dari plato ini terbentuk dari sisa kerak benua masa lampau geologi, atau hasil pengerjaan vulkanik lokal.
Reef dan Atol
Di daerah dengan kondisi air laut hangat, kedalaman dasar laut berkisar 50 m, kondisi air laut jernih, jauh dari delta atau sungai maka akan sangat menguntungkan bagi pertumbuhan koral. Koral ini akan berkoloni membentuk kelompok besar yang disebut reef. Apabila reef ini tumbuh disekitar pulau kecil sisa vulkanik atau suatu plato, maka koloni koral ini akan tumbuh mengelilingi pulau tersebut, sebagai akibat erosi atau mengalami penurunan muka air laut maka yang tersisa hanya koloni koral ini yang berbentuk cincin yang biasa disebut atol.

KARS

Pengertian tentang topografi kars yaitu : suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa batuan yang mudah larut, menunjukkan relief yang khas, penyaluran tidak teratur, aliran sungai secara tiba-tiba masuk ke dalam tanah dan meninggalkan lembah kering dan muncul kembali di tempat lain sebagai mata air yang besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Bentang Alam Karst
1.Faktor Fisik
2.Faktor Kimiawi
3.Faktor Biologis
4.Faktor Iklim dan Lingkungan
1. Faktor Fisik
Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi pembentukan topografi karst meliputi :
a.Ketebalan batugamping, yang baik untuk perkembangan karst adalah batu gamping yang tebal, dapat masif atau yang terdiri dari beberapa lapisan dan membentuk unit batuan yang tebal, sehingga mampu menampilkan topografi karst sebelum habis terlarutkan. Namun yang paling baik adalah batuan yang masif, karena pada batugamping berlapis biasanya terdapat lempung yang terkonsentrasi pada bidang perlapisan, sehingga mengurangi kebebasan sirkulasi air untuk menembus seluruh lapisan.
b.Porositas dan permeabilitas, berpengaruh dalam sirkulari air dalam batuan. Semakin besar porositas sirkulasi air akan semakin lancar sehingga proses karstifikasi akan semakin intensif.
c.Intensitas struktur (kekar), zona kekar adlah zona lemah yang mudah mengalami pelarutan dan erosi sehingga dengan adanya kekar dalam batuan, proses pelarutan berlangsung intensif.
Kekar yang baik untuk proses karstifikasi adalah kekar berpasangan (kekar gerus), karena kekar tsb berpasangan sehingga mempertinggi porositas dan permeabilitas. Namun apabila intensitas kekar sangat tinggi batuan akan mudah tererosi atau hancur sehingga proses karstifikasi terhambat.
2. Faktor Kimiawi
a.Kondisi kimia batuan, dalam pembentukan topografi kars diperlukan sedikitnya 60% kalsit dalam batuan dan yang paling baik diperlukan 90% kalsit.
b.Kondisi kimia media pelarut, dalam proses karstifikasi media pelarutnya adalah air, kondisi kimia air ini sangat berpengaruh terhadap proses karstifikasi
Kalsit sulit larut dalam air murni, tetapi mudah larut dalam air yang mengandung asam. Air hujan mengikat CO2 di udara dan dari tanah membentuk larutan yang bersifat asam yaitu asam karbonat (H2CO3). Larutan inilah yang sangat baik untuk melarutkan batugamping.
3. Faktor Biologis
Aktivitas tumbuhan dan mikrobiologi dapat menghasilkan humus yang menutup batuan dasar, mengakibatkan kondisi anaerobic sehingga air permukaan masuk ke zona anaerobic, tekanan parsial CO2 akan meninggkat sehingga kemampuan melarutkannya juga meningkat.
4. Faktor Iklim dan Lingkungan
Kondisi lingkungan yang mendukung adalah adanya lembah besar yang mengelilingi tempat yang tinggi yang terdiri dari batuan yang mudah larut (batugamping) yang terkekarkan intensif. Kondisi lingkungan di sekitar batugamping harus lebih rendah sehingga sirkulasi air berjalan dengan baik, sehingga proses karstifikasi berjalan dengan intensif.
Proses Pembentukan Topografi Karst
Kondisi batuan yang menunjang terbentuknya topografi karst ada 4, yaitu:
a.Mudah larut dan berada di atau dekat permukaan.
b.Masif, tebal dan terkekarkan.
c.Berada pada daerah dengan curah hujan yang tinggi.
d.Dikelilingi lembah
Proses pelarutan pada batugamping, meninggalkan morfologi sisa pelarutan, perkembangan morfologi sisa ini dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
a.Terjadi pelarutan pada batuan terkekarkan sehingga membentuk lembah yang kemudian merupakan zona yang lebih cepat mengalami pelarutan (zona A) dibandingkan dengan zona B yang tidak mengalami pengkekara.
b.Karena zona A lebih cepat mengalami pelarutan, maka zona ini segera terbentuk lembah yang dalam, sementara pada zona B masih berupa dataran tinggi dengan gejala pelarutan di beberapa tempat.
c.Pelarutan pada kedua zona terus berjalan sehingga pada fase ini mulai terbentuk kerucut-kerucut karst pada zona B. Pada kerucut karst ini tingkat pelarutan/erosi vertikalnya lebih kecil dibandingkan lembah di sekitarnya.
d.Karena adanya erosi lateral oleh sungai maka zone A berada pada batas permukaan erosi dan pada zona B erosi vertikal telah berjalan lebih lanjut sehingga hanya tinggal beberapa morfologi sisa saja, morfologi sisa ini disebut menara karst.
Bentang Alam Hasil Proses Karstifikasi
Bentuk morfologi yang menyusun suatu bentang alam karst dapat dibedakan menjadi 2, yaitu bentuk-bentuk konstruksional dan bentuk-bentuk sisa pelarutan
1. Bentuk-bentuk Konstruksional
Bentuk-bentuk konstriksional adalah topografi yang dibentuk oleh proses pelarutan batugamping atau pengendapan mineral karbonat yang dibawa oleh air.
Berdasarkan ukurannya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
Bentuk-bentuk minor
Bentuk-bentuk mayor
Bentang alam karst minor adalah bentang alam yang tidak dapat diamati pada peta topografi atau foto udara. Sedangkan bentang alam mayor adalah yang dapat diamati dari peta topografi atau foto udara.
Bentuk-bentuk bentang alam minor antara :
1.Lapies, yaitu bentuk yang tidak rata pada batugamping akibat adanya proses pelarutan dan penggerusan.
2.Karst split, adalah celah pelarutan yang terbentuk di permukaan.
3.Parit karst, yaitu alur pada permukaan yang memanjang membentuk parit, yang juga sering dianggap karst split yang memanjang sehingga membentuk parit.
4.Palung karst, adalah alur pada permukaan batuan yang besar dan lebar, terbentuk karena proses pelarutan, kedalaman lebih dari 50 cm. biasanya pada permukaan batuan yang datar atau miring rendah dan dikontrol oleh struktur yang memanjang.
5.Speleotherms, adalah hiasan pada gua yang merupakan endapan CaCO3 yang mengalami presipitasi pada air tanah yang membawanya masuk ke dalam gua. (Stalaktit, stalakmit)
6.Fitokarst, adalah permukaan yang berlekuk-lekuk dengan lubang-lubang yang saling berhubungan, terbentuk karena adanya pengaruh aktivitas biologis yaitu algae yang tumbuh di dalam batugamping. Algae menutup di permukaan dan masuk sedalam 0,1 – 0,2 mm dan menghasilkan larutan asam sehingga melarutkan batugamping.
Sedangkan bentuk-bentuk topgrafi karst mayor antara lain :
1.Surupan (doline), yaitu depresi tertutup hasil pelarutan dengan diameter mulai dari beberapa meter sampai beberapa kilometer, kedalaman bisa sampai ratusan meter dan mempunyai bentuk bundar atau lonjong.
2.Uvala, adalah gabungan dari beberapa doline.
3.Polje, adalah depresisi tertutup yang besar dengan lantai datar dan dinding curam, bentuknya tidak teratur dan biasanya memanjang searah jurus perlapisan, pembentukannya dikontrol oleh litologi dan struktur, dan mengalami pelebaran saat terisi oleh air.
4.Jendela karst, adalah lubang pada atap gua yang menghubungkan dengan udara luar, terbentuk karena atap gua runtuh.
5.Lembah karst, adalah lembah atau alur yang besar, terbentuk oleh aliran permukaan yang mengerosi batuan yang dilaluinya. Ada 4 macam lembah karst, yaitu :
a.Allogenic valley, lembah karst dengan hulu pada batuan kedap air (bukan batugamping) yang kemudian masuk ke dalam daerah karst.
b.Blind valley, lembah karst yang alirannya tiba-tiba hilang karena masuk ke dalam batuan.
c.Pocket valley, yaitu lembah yang berasosiasi dengan mata air yang besar dan keluar dari batuan kedap air (bukan batugamping) yang berada di bawah lapisan batugamping.
d.Dry valley, lembah yang mirip dengan lembah fluviatil tetapi bukan sebagai penyaluran air permukaan karena air yang masuk langsung meresap ke batuan dasarnya (karena banyak rekahan)
6.Gua, adalah ruang bawah tanah yang dapat dicapai dari permukaan dan cukup besar bila dilalui oleh manusia.
7.Terowongan dan jembatan alam, adalah lorong di bawah permukaan yang terbentuk oleh pelarutan dan penggerusan air tanah.
Bentuk-bentuk Sisa Pelarutan
Yang dimaksud dengan sisa pelarutan adalah morfologi yang terbentuk karena pelarutan dan erosi sudah berjalan sangat lanjut sehingga meninggalkan sisa erosi yang khas pada daerah karst.
Macam-macam morfologi sisa antara lain :
1.Kerucut karst, adalah bukit karst yang berbentuk kerucut, berlereng terjal dan dikelilingi oleh depresi.
2.Menara karst, adalah bukit sisa pelarutan dan erosi yang berbentuk menara dengan lereng yang terjal tegak atau menggantung, terpisah satu dengan yang lainnya dan dikelilingi dataran aluvial.

BENTANG ALAM VOLKANIK

Bentang alam volkanik adalah bentang alam yang pembentukannya dikontrol oleh proses keluarnya magma dari dalam bumi Bentang alam volkanik umumnya dihubungkan dengan gerak tektonik, gunungapi-gunungapi sebagian besar dijumpai di depan zona penunjaman (subduction zone)
Gunungapi
Menurut MacDonald (1972), gunungapi adalah tempat atau lubang keluarnya bahan pijar atau gas yang berasal dari dalam bumi ke permukaan bumi.
Matahelemual (1982, pada Azwar, dkk, 1987) mengartikan gunungapi sebagai bentuk timbulan kumpulan bahan bahan letusan di muka bumi yang berasal dari magma yang tersebar secara mandiri, berkelompok atau berantai.
Sementara itu Montgomery (1989, pada Azwar, dkk, 1987), menyatakan bahwa gunung api adalah tempat keluarnya magma, abu dan gas hasil erupsi atau struktur yang dibentuk disekitar pusat lubang volkan karena aktivitas erupsi.
Gunungapi memiliki ciri yang khas meliputi bentuk, tipe erupsi dan material yang dihasilkan. Perbedaan ini berhubungan erat dengan komposisi magma dan letak gunungapi tersebut terhadap kedudukan tektonik lempeng.
Tipe Erupsi Gunungapi
Escher (1952, pada Azwar, dkk, 1987) membuat suatu klasifikasi letusan gunungapi berdasarkan tekanan gas, derajat kecairan magma dan kedalaman wadah magma itu sendiri.
Klasifikasi itu uraiannya adalah sebagai berikut :
Tipe Hawaii
Tipe gunungapi ini dicirikan oleh lava cair dan tipis yang dalam perkembangannya akan membentuk tubuh gunungapi tipe perisai. Sifat magma yang sangat cair memungkinkan terbentuk lava pijar yang disebabkan oleh arus konveksi pada danau lava dan akan mancur, dimana lava banyak mengandung gas, sehingga yang ringan akan terlempar ke atas sedangkan yang berat setelah gas hilang akan tenggelam lagi. Tipe ini banyak ditemukan di Hawaii, seperti di Gunung Kilauea dan Gunung Maunaloa.
Tipe Stromboli
Tipe ini sangat khas untuk Gunung Stromboli dan beberapa gunungapi lainnya yang sedang meningkat kegiatan volkanismenya. Magmanya sangat cair, ke arah permukaan sering dijumpai letusan pendek disertai ledakan. Bahan yang dikeluarkan berupa abu, bom, lapili dan setengah padatan bongkah lava.
Tipe Volkano
Tipe ini dicirikan oleh awan debu membentuk bunga kol karena gas yang ditembakkan ke atas meluas hingga jauh di atas kawah. Tipe ini memiliki tekanan gas relatif sedang dan lavanya tidak begitu cair. Berdasarkan kekuatan letusannya, tipe ini dibedakan menjadi tipe volkano kuat, contohnya Gunung Vesusius dan Gunung Etna dan tipe volkano lemah, sebagai contohnya Gunung Raung dan Gunung Bromo.
Tipe Merapi
Tipe ini dicirikan oleh lavanya yang kental, dapur magma relatif dangkal dan tekanan gas yang agak rendah. Karena sifat magmanya tersebut, maka terbentuk sumbat atau kubah lava, sementara bagian bawah dari sumbat lava tersebut akan cenderung dalam keadaan masih cair. Kubah lava yang gugur akan menyebabkan terjadinya awan panas guguran. Jika semakin tinggi tekanan gas karena pipa kepundan tersumbat, maka akan menyebabkan terjadinya letusan dan akan membentuk awan panas letusan.
Tipe Pelee
Tipe ini memiliki kekentalan magma hampir sama dengan tipe Merapi, tetapi memiliki tekanan gas yang cukup besar. Ciri khasnya adalah adanya letusan gas ke arah lateral.
Tipe Vincent
Tipe Vincent ini memiliki lava yang agak kental, tekanan gas sedang dan terdapat danau kawah yang pada waktu meletus akan dimuntahkan membentuk lahar letusan dengan suhu sekitar 100o C kemudian akan disusul oleh pelontaran bahan lepas berupa bom, lapili dan awan pijar.
Tipe Perret atau Plinian
Tipe ini dicirikan oleh tekanan gas yang sangat kuat dan lava cair. Sifat letusannya merusak diduga ada kaitannya dengan perkembangan pembentukan kaldera.
Morfologi Gunung Api
Morfologi gunung api dapat dibedakan menjadi 3 zone dengan ciri-ciri jenis litologi dan asosiasi morfologi yang berlainan.
Ketiga zone tersebut adalah :
Zona pusat erupsi (Central Zone). Zona ini dicirikan oleh :
Banyak radial dike / sill.
Adanya sumbat kawah (plug) dan crumble breccia.
Adanya zona hidrothermal
Sifat piroklastiknya kasar.
Bentuk morfologi kubah dengan pusat erupsi.
Zona proksimal , zona ini dicirikan oleh :
Material piroklastik agak terorientasi.
Terjadi pelapukan pada lava dan material piroklastik yang dicirikan oleh soil yang tipis.
Sering dijumpai parasitic cone.
Banyak dijumpai ignimbrite dan welded tuff.
Zona Distal, dicirikan oleh :
Material piroklastik berukuran halus.
Banyak dijumpai lahar.
Macam-Macam Bentang Alam Volkanik
Bentang alam volkanik dibedakan menjadi beberapa macam dengan dasar klasifikasi kenampakan morfologinya. Srijono (1984, dalam Widagdo, 1984), menggambarkan klasifikasi bentang alam volkanik berdasarkan bentuk morfologinya. Klasifikasi tersebut dapat diuraikan menjadi :
Kubah Volkanik
Merupakan morfologi gunung api yang mempunyai bentuk cembung ke atas. Morfologi ini dibedakan atas dasar asal kejadiannya menjadi
Kerucut semburan dan kerucut perisai
Morfologi ini terbentuk oleh erupsi lava yang bersifat encer basaltis. Sedang lava yang bersifat granitis menghasilkan morfologi kubah sumbat (plug dome).
Kerucut parasit (Parasitic Cone)
Morfologi ini terbentuk sebagai hasil erupsi gunung api yang berada pada lereng gunung api yang lebih besar.
Kerucut sinder (Cinder Cone)
Merupakan kubah yang terbentuk oleh letusan kecil yang terjadi pada kaki gunung api, berupa kerucut rendah dengan bagian puncak tampak cekung datar.
Depresi Volkanik
Depresi volkanik adalah morfologi bagian volkan yang secara umum berupa cekungan.
Berdasarkan material pengisinya, depresi volkanik dibedakan menjadi :
Danau Volkanik, yaitu depresi volkanik yang terisi oleh air sehingga membentuk danau
Kawah, depresi volkanik yang terbentuk oleh letusan dengan diameter maksimum 1,5 km, dan tidak terisi oleh apapun selain material hasil letusan.
Kaldera, yaitu depresi volkanik terbentuknya belum tentu oleh letusan, tetapi didahului oleh amblesan pada kompleks volkan, dengan ukuran lebih dari 1,5 km. Pada kaldera ini sering muncul gunung api baru.
Dataran Volkanik
Secara relatif, dataran volkanik dicirikan oleh topografi yang datar, dengan variasi beda tinggi (relief) tidak menyolok. Macam-macam dataran volkanik diantaranya adalah : dataran rendah basal, plato basal, dan dataran kaki volkan
Volkan Semu
Volkan semu adalah morfologi mirip kerucut gunung api, bahan pembentuknya berasal dari volkan yang berdekatan. Dapat pula terbentuk oleh erosi lanjut terhadap suatu volkan yang sudah lama tidak menunjukkan kegiatannya (mati/dorman). Contoh morfologi volkan semu ini adalah Gunung Gendol di daerah Muntilan, Jawa Tengah pada dataran kaki volkan gunungapi Merapi. Volkan semu jenis lain adalah leher volkanik (volcanic neck), yaitu morfologi yang terbentuk bila suatu kubah volkanik tererosi sehinggga tinggal berbentuk kolom. Biasanya, di sekitar lajuran volkanik tersebut sering dijumpai retas yang memanjang (radial dike)
Dampak Lingkungan Gunungapi
Gunung api dapat mempengaruhi lingkungan, baik pengaruh baik (sesumber), maupun pengaruh buruk (bencana) bagi manusia.
Dampak positif dengan adanya gunung api adalah :
Panas bumi, sebagai sumber listrik dari proses hidrotermal yang terjadi di daerah gunung api seperti yang diusahakan di pegunungan Dieng dan Lahendong.
Sebagai taman wisata, dikembangkan dari potensi keindahan alam dan suasana alam yang masih asri dan sejuk seperti di Kaliurang, Puncak dan Sarangan.
Sebagai daerah pertanian yang subur seperti banyak dijumpai di seluruh Indonesia. Contohnya : Batu, Kaliurang, Dieng, Wonosobo.
Sebagai daerah pengisian (recharge) air tanah bagi daerah-daerah sekitar gunung api seperti gunung Merapi untuk daerah sekitarYogyakarta.
sebagai daerah penyeimbang / pembagi hujan di daerah sekitarnya.
Selain berpotensi sebagai daerah yang menguntungkan, gunung api juga berpotensi sebagai sumber bencana. Secara garis besar bahaya akibat erupsi gunung api dapat dibagi menjadi 2 yaitu ; bahaya langsung (primer) dan bahaya setelah terjadinya letusan (sekunder). Bahaya primer akibat erupsi gunung api meliputi :
Aliran lava
Aliran lava yaitu terjadinya aliran batu cair yang pijar dan bersuhu tinggi (sampai 1200 0 C ). Alirannya menuruni lereng yang terjal dan dapat mencapai beberapa kilometer. Semua benda yang dilaluinya akan hangus dan terbakar. Apabila melongsor akan menimbulkan awan panas.
Bom gunung api
Bom gunung api berujud batuan yang panas dan pijar berukuran 10 cm – 2 m. batuan ini dapat terlempar dari pusat erupsi sejauh hingga 10 km. Bom ini dapat menimbulkan kebakaran hutan, pemukiman dan lahan pertanaian. Bila tiba di tanah bom ini akan mengeluarkan letusan dan akan hancur.
Pasir lapilli
Pasir dan lapilli adalah campuran material letusan yang ukurannya lebih kecil dari bom ( lebih besar 2 mm).Sedangkan lapilli lebih besar daripada pasir hingga mencapai beberapa cm. Apabila terjadi letusan pasir dan lapilli ini dapat terlempar hingga puluhan km. Pasir dan lapilli ini dapat menghancurkan atap rumah, karena bebannya juga dapat merusak lahan pertanian hingga dapat membunuh tanaman.
Awan Pijar
Awan pijar adalah suspensi dari material halus yang dihasilkan oleh erupsi gunungapi dan dihembus oleh angin hingga mencapai beberapa kilometer. Awan pijar ini merupakan campuran yang pekat dari gas, uap dan material halus yang bersuhu tinggi (hingga 1200 0C). Suspensi ini berat sehingga mengalir menuruni lereng gunungapi dan seolah-olah meluncur, luncurannya dapat mencapai 10 – 20 km dan membakar apa yang dilaluinya seperti yang terjadi pada Gunungapi Merapi pada tanggal 22 November 1994 yang memakan korban 60 orang terbakar hidup-hidup dan tak terhitung lagi ternak yang mati terpanggang akibat letusan awan panas ini.
Abu Gunungapi
Abu ini merupakan campuran material yang paling halus dari suatu letusan gunungapi. Suhunya bisa tidak panas lagi. Ukurannya kurang dari 1 mikron – 0,2 mm. Bahaya yang ditimbulkan antara lain bisa mengganggu penerbangan seperti yang terjadi pada saat letusan Gunungapi Galunggung, dapat menimbulkan sesak napas apabila terlalu banyak menghisap abu gunung api dan menimbulkan penyakit silikosis. Yaitu penyakit yang diakibatkan oleh penggumpalan silika bebas pada paru-paru yang diakibatkan oleh terisapnya abu gunungapi yang mengandung silika bebas.
Gas beracun
Kadar gas yang tinggi dapat menimbulkan kematian. Gunungapi biasanya mengeluarkan gas CO, CO2­­, H2S, HCN, H3As, NO2, Cl2, dan gas lain yang jumlahnya sedikit. Nilai batas ambang untuk gas CO 50 ppm (part per milion), CO2 5,00 ppm, sedangkan gas H3S yang sangat mematikan pada 0,05 ppm. Gas yang dikeluarkan saat erupsi tidak begitu berbahaya karena gas tersebut langsung terbakar pada saat terjadi letusan gunungapi. Yang paling berbahaya adalah apabila gas tersebut dikeluarkan pada sisa-sisa gunungapi seperti yang terjadi di Pegunungan Dieng. Gas tersebut BJ-nya lebih besar dari udara bebas sehingga letaknya berada pada daerah-daerah yang rendah seperti di lembah-lembah, dekat permukaan tanah.
Bahaya yang tidak kalah berbahayanya adalah bahaya setelah terjadi letusan yaitu bahaya sekunder. Bahaya tersebut berupa bahaya aliran lahar. Lahar terbentuk dari batuan yang dilemparkan dari pusat erupsi baik block, bom, lapilli, tuff, abu, maupun longsoran kubah lava, apabila terjadi hujan lebat yang turun bersamaan atau setelah erupsi maka endapan material hasil erupsi tersebut akan terangkut oleh aliran air membentuk aliran bahan rombakan yang biasa disebut aliran lahar. Aliran lahar ini mempunyai kekuatan merusak yang besar dan akan melalui apa saja yang ada di depannya tanpa kecuali baik pemukiman, hutan, tanah pertanian maupun tanggul sungai yang dilaluinya.
Untuk menghindari bencana yang diakibatkan oleh letusan gunungapi ini maka di setiap daerah gunungapi dibuat peta daerah bahaya yang didasarkan pada potensi bencana yang ada baik primer maupun sekunder. Seperti yang dilakukan oleh Dinas Volkanologi pada G. Merapi.

BENTANG ALAM STRUKTURAL

adalah bentang alam yang pembentukkannya dikontrol oleh struktur geologi daerah yang bersangkutan.
Struktur geologi yang paling banyak berpengaruh terhadap pembentukan morfologi adalah struktur geologi sekunder, yaitu struktur yang terbentuk setelah batuan itu ada. Biasanya terbentuk oleh adanya proses endogen yaitu proses tektonik yang mengakibatkan adanya pengangkatan, patahan, dan lipatan, yang tercermin dalam bentuk topografi dan relief yang khas.
Bentuk relief ini akan berubah akibat proses eksternal yang berlangsung kemudian.
Macam-macam proses eksternal yang terjadi adalah pelapukan (dekomposisi dan disintegrasi), erosi (air, angin atau glasial) serta gerakan massa (longsoran, rayapan atau slump).
Kenampakan yang dapat digunakan dalam penafsiran bentang alam struktural
Pola pengaliran. Variasinya biasanya dikontrol oleh variasi struktur geologi dan litologi pada daerah tersebut.
Kelurusan-kelurusan (lineament) dari punggungan (ridge), puncak bukit, lembah, lereng dan lain-lain.
Bentuk – bentuk bukit, lembah dll.
Perubahan aliran sungai, misalnya secara tiba-tiba, kemungkinan dikontrol oleh struktur kekar, sesar atau lipatan.
Macam-macam Bentang Alam Struktural
Bentang Alam dengan Struktur Mendatar (Lapisan Horizontal)
Dataran rendah, adalah dataran yang memiliki elevasi antara 0 – 500 kaki dari muka air laut.
Dataran tinggi (plateau), adalah dataran yang menempati elevasi lebih dari 500 kaki di atas muka air laut, berlereng sangat landai atau datar berkedudukan lebih tinggi daripada bentanglahan di sekitarnya
Bentang Alam dengan Struktur Miring
Cuesta, kemiringan antara kedua sisi lerengnya tidak simetri dengan sudut lereng yang searah perlapisan batuan kurang dari 30o (Tjia, 1987).
Hogback : sudut antara kedua sisinya relatif sama, dengan sudut lereng yang searah perlapisan batuan lebih dari 30o (Tjia, 1987). Hogback memiliki kelerengan scarp slope dan dip slope yang hampir sama sehingga terlihat simetri

Bentang Alam Dengan Struktur Lipatan Lipatan terjadi karena adanya lapisan kulit bumi yang mengalami gaya kompresi (gaya tekan). Pada suatu lipatan yang sederhana, bagian punggungan disebut dengan antiklin, sedangkan bagian lembah disebut dengan sinklin.
Struktur antiklin dan sinklin menunjam
Struktur ini merupakan kelanjutan atau perkembangan dari pegunungan lipatan satu arah (cuesta dan hogback) dan dua arah (sinklin dan antiklin). Bila tiga fore slope saling berhadapan maka disebut sebagai lembah antiklin menunjam. Sedangkan bila tiga back slope saling berhadapan maka disebut sebagai lembah sinklin menunjam
Kubah
Bentang alam ini mempunyai ciri-ciri kenampakan sebagai berikut :
Kedudukan lapisan miring ke arah luar (fore slope ke arah dalam).
Mempunyai pola kontur tertutup.
Pola penyaluran radier dan berupa bukit cembung pada stadia muda.
Pada stadia dewasa berbentuk lembah kubah dengan pola penyaluran annular.
Cekungan
Bentang alam ini mempunyai kenampakan sebagai berikut :
Kedudukan lapisan miring ke dalam (back slope ke arah dalam).
Mempunyai pola kontur tertutup.
Pada stadia muda pola penyalurannya annular.
Bentang Alam dengan Struktur Patahan
Patahan (sesar) terjadi akibat adanya gaya tekan yang bekerja pada kulit bumi, sehingga mengakibatkan adanya pergeseran letak kedudukan lapisan batuan. Ada 3 jenis sesar (berdasarkan arah gerak relatifnya ), yaitu sesar geser, sesar naik dan sesar turun.
Secara umum bentang alam yang dikontrol oleh struktur patahan sulit untuk menentukan jenis patahannya secara langsung.
Ciri umum dari kenampakan morfologi bentang alam struktural patahan, yaitu :
Beda tinggi yang relatif menyolok pada daerah yang sempit.
Mempunyai resisitensi terhadap erosi yang sangat berbeda pada posisi/elevasi yang hampir sama.
Adanya kenampakan dataran / depresi yang sempit memanjang.
Dijumpai sistem gawir yang lurus (pola kontur yang panjang lurus dan rapat).
Adanya batas yang curam antara perbukitan / pegunungan dengan dataran yang rendah.
Adanya kelurusan sungai melalui zona patahan, dan membelok dengan tiba-tiba dan menyimpang dari arah umum.
Sering dijumpai (kelurusan) mata air pada bagian yang naik / terangkat.
Pola penyaluran yang umum dijumpai berupa rectangular, trellis, dan contorted, serta modifikasi dari ketiganya.

BENTANG ALAM LAUT & PANTAI

Delta adalah suatu bentuk yang menjorok keluar dari garis pantai (seperti huruf D), terbentuk saat sungai masuk ke laut, dengan banyaknya suplai sedimen yang dibawa air sungai lebih cepat dibanding proses pendistribusian oleh proses-proses di pantai.
Proses yang Mempengaruhi Pembentukan Delta
1. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi dalam semua komponen sistem sungai. Pada daerah tropis, penyediaan volume air permukaan besar. Pelapukan fisika dan kimia berpengaruh terhadap tingkat sedimentasi.
2. Debit Sungai
Debit sungai tergantung dari faktor iklim, mempengaruhi bentuk geometri delta. Delta dengan debit air dan sedimennnya tinggi dan konstan tiap tahunnya menghasilkan suatu tubuh pasir yang panjang dan lurus serta umumnya membentuk sudut yang besar terhadap garis pantai. Sebaliknya bila produk sedimen serta variasi debit air setiap tahunnya berbeda, maka terjadinya perombakan tubuh-tubuh pasir yang tadinya diendapkan oleh proses-proses laut dan cenderung membentuk tubuh delta yang sejajar dengan garis pantai.
3. Produk Sedimen
Delta tidak akan terbentuk jika produk sedimennya terlalu kecil.
4. Energi gelombang
Energi gelombang merupakan mekanisme penting dalam merubah dan mencetak sedimen delta yang berada di laut menjadi suatu bentuk tubuh pasir di daerah pantai.
5. Proses Pasang Surut
Beberapa delta mayor di dunia didominasi oleh aktivitas pasang yang kuat. Diantaranya adalah delta Gangga-Brahmanaputra di Bangladesh, dan delta Ord di Australia.
6. Arus pantai
Arus pantai mengorientasikan tubuh-tubuh pasir hingga membentuk sejajar atau hampir sejajar dengan arah aliran sungai.
7. Kelerengan paparan
Kelerengan paparan benua sangat berperan dalam menentukan pola perpindahan delta, yang terjadi dalam waktu yang cukup lama.
8. Bentuk Cekungan Penerima dan proses Tektonik
Bentuk cekungan penerima merupakan pengontrol terhadap konfigurasi delta serta pola perubahannya. Daerah dengan tektonik yang aktif dengan akumulasi sedimen yang sedikit, sulit terbentuk delta . sebaliknya untuk daerah dengan tektonik pasif dan akumulasi sedimen yang banyak akan terbentuk delta yang baik.
Syarat-Syarat terbentuknya Delta
1.Arus sungai pada bagian muara mempunyai kecepatan yang minimum.
2.Jumlah bahan yang dibawa sungai sebagai hasil erosi cukup banyak
3.Laut pada daerah muara sungai cukup tenang.
4.Pantainya relatif landai.
5.Bahan-bahan hasil sedimentasi tidak terganggu oleh aktivitas air laut.
6.Tidak ada gangguan tektonik, kecuali penurunan dasar laut seimbang dengan pengendapan sungai
Unsur-unsur Dasar Delta
1.Sungai : sebagai sarana pengangkut material
2.Distributary Channel
3.Delta Plain : Bagian delta yang berada di daratan, umumnya merupakan rawa-rawa.
4.Delta Front / Delta Slope : bagian delta yang berada di depan delta plain, dan merupakan laut dangkal.
5.Pro delta : bagian terdepan dari delta yang menuju ke laut lepas.
Klasifikasi Delta
1. Menurut Fisher, dkk. (1969)
Dasar klasifikasi :
Proses fluvial dan influks sedimen.
Proses laut (gelombang dan arus bawah permukaan).
Dibagi menjadi 3 kelas, yaitu :
Cuspate Delta.
Lobate Delta.
Elongate Delta / Bird Food Delta

2. Menurut Galloway (1975) :
Dasar : dominasi proses fluvial, gelombang dan pasang surut, yaitu :
Bird foot delta : jika pengaruh fluvial paling dominan.
Cuspate delta : jika pengaruh gelombang paling dominan.
Estuarine delta : jika pengaruh pasang surut paling dominan.

Pantai adalah jalur atau bidang yang memanjang, tinggi serta lebarnya dipengaruhi oleh pasang surut dari air laut, yang terletak antara daratan dan lautan (Thombury, 1969).
Faktor-faktor yang mempengaruhi morfologi pantai : pengaruh diatropisme, tipe batuan, struktur geologi, perubahan naik turunnya muka air laut, serta pengendapan sedimen asal daratan/sungai, erosi daratan dan angin.
Daerah pantai yang masih mendapat pengaruh air laut dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :
Beach (daerah pantai), yaitu daerah yang langsung mendapat pengaruh air laut dan selalu dapat dicapai oleh pasang naik dan pasang surut.
Shore line (garis pantai), yaitu jalur pemisah yang relatif berbentuk baris dan relatif merupakan batas antara daerah yang dicapai air laut dan yang tidak bisa.
Coast (pantai), yaitu daerah yang berdekatan dengan laut dan masih mendapat pengaruh dari air laut.
Klasifikasi Pantai
1. Klasifikasi Pantai Secara Klasik, Johnson (1919), dibagi menjadi :
a. Pantai tenggelam (submergence coast)
dibentuk karena penenggelaman daratan atau naiknya muka laut, ciri : garis pantai tidak teratur, ada pulau-pulau di depan pantai, teluk yang dalam, dan lembah- lembah yang turun.
Contoh pantai ini adalah :
Pantai Ria : pantai yang sebelum teggelam telah mengalami erosi darat, terutama erosi fluvial.
Pantai Fyord : pantai yang sebelum tenggelam mengalami proses glasiasi (lihat gambar VII.6.).
Kenampakan pada peta topografi :
Garis pantainya tidak teratur.
Garis kontur berkelok-kelok tidak beraturan.
Pantainya relatif curam, ditandai dengan adanya garis kontur yang relatif rapat.
Perkampungan di sekitar pantai umumnya tidak sejajar dengan garis pantai.
b. Pantai Naik (emergence coast)
Pantai yang dibentuk oleh majunya garis pantai atau turunnya muka laut, ciri : garis pantai relatif lurus, relief-relief rendah, terbentuknya undak-undakan pantai dan gosong pantai atau tanggul-tanggul dimuka pantai.
Kenampakan pada peta topografi :
Garis pantai relatif lurus, ditandai dengan kontur yang lurus.
Pantai relatif landai, ditunjukkan oleh garis kontur yang renggang.
Jika dijumpai perkampungan umumnya relatif sejajar dengan garis pantai.
c. Pantai Netral
Pantai yang tidak mengalami penenggelaman ataupun penaikkan dan biasanya dicirikan oleh adanya garis pantai yang relatif lurus, pantainya landai dan ombak tidak besar.
Beberapa contoh pantai ini antara lain :
Pantai delta
Pantai dataran aluvial
Pantai gunung api
Pantai terumbu karang
Pantai sesar
Kenampakan pada peta topografi :
Adanya delta plain, alluvial plain, dll
Biasanya garis kontur renggang
Bentuk garis pantainya relatif lurus melengkung
Sungai dibagian muara mempunyai banyak cabang, yang seolah-olah mempunyai pola sungai berbentuk pohon (dendritik).
d. Pantai Campuran
Pantai yang mempunyai kenampakan lebih dahulu terbentuk daripada yang lain. Seperti kanampakan undak pantai, lembah yang tenggelam, yang merupakan hasil dari naik turunnya permukaan air laut.
Kenampakan pada peta topografi :
Adanya dataran pantai, teras-teras (emergence)
Adanya teluk-teluk dengan kontur yang relatif rapat (submergence)
Perkampungan tidak teratur.
Klasifikasi Pantai Secara Genetik dan Deskriptif, Valentine (1952)

3. Klasifikasi Pantai Berdasarkan Tenaga Geomorfik
Shepard (1963) dikutip Sunarto (1991) mengelompokkan pantai menjadi 2 (dua), yaitu :
a. Pantai primer (muda).
Pantai primer terbentuk oleh tenaga-tenaga dari darat (erosi, deposisi darat, gunung api, sesar dan lipatan).
b. Pantai sekunder (dewasa).
Pantai sekunder terjadi dari hasil proses laut, meliputi erosi laut, deposisi laut dan bentukan organik.
Macam-macam Pantai Primer
Pantai karena erosi dari daratan. Erosi baik oleh sungai maupun glasial sebelum mengalami pengangkatan.
Pantai yang dibentuk oleh pengendapan asal darat.
Pantai hasil pengendapan fluvial, misalnya pantai delta, pantai daratan aluvial yang turun (Pantai semarang).
Pantai pengendapan glasial, misalnya sebagai morena yang tenggelam atau sebagai drumline yang tenggelam
Pantai yang karena pengendapan pasir oleh angin (prograding sand dune).
Meluasnya tumbuh-tumbuhan pada pantai atau rawa bakau yang luas (contohnya pantai di dekat Townsvill, timur laut Queensland, australia).
Bentuk pantai akibat aktivitas volkanisme
Pantai yang dipengaruhi oleh aliran lava masa kini. Cirinya jika lavanya basa bentuk pantai tak teratur, kalau asam bentuk pantai lebih teratur.
Pantai amblesan volkanik dan pantai kaldera.
Pantai yang terbentuk akibat adanya pengaruh diatrophism atau tektonik
Pantai yang terbentuk karena patahan.
Pantai yang terbentuk karena lipatan
Macam-macam Pantai Sekunder
Bentuk pantai karena erosi laut
Pantai yang berliku-liku karena erosi gelombang
Pantai terjal yang lurus karena erosi gelombang
Bentuk pantai karena pengendapan laut
Pantai yang lurus karena pengendapan gosong pasir (bars) yang memotong teluk.
Pantai yang maju karena pengendapan laut.
Pantai dengan gosong pasir lepas pantai (offshore bars and longshore spit)
4. Klasifikasi Pantai secara Klimato- genetik
Dasar : hubungan antara energi gelombang dengan morfologi pantai, serta memperhatikan signifikasi peninggalan sejarah dan aspek-aspek geologis dalam evolusi pantai.
Dibagi menjadi :
a. Pantai Lintang Rendah
Ciri : energi gelombang rendah dan lingkungan angin pasat. Sedimen pantai banyak, terdapat hubungan antara variasi morfologi pantai dan wilayah hujan. Mangrove tumbuh di daerah beriklim tropis panas-basah, sedangkan gumuk pantai terdapat di lingkungan yang beriklim tropik panas-kering.
b. Pantai Lintang tengah
Terdapat di lingkungan gelombang berenergi tinggi. Karena aktivitas gelombang dan abrasi bertenaga tinggi itu, maka cliff dan bentukan yang berasosiasi dapat berkembang dengan baik.
c. Pantai Lintang Tinggi
Pantai ini dicirikan dengan gelombang berenergi rendah. Kebanyakan merupakan sisa-sisa pembekuan. Perkembangan morfologi cliff dipengaruhi kuat oleh gerakan massa batuan dalam skala besar.
Proses-Proses di Pantai.

BENTANG ALAM FLUVIAL

satuan geomorfologi yang pembentukannya erat hubungannya dengan proses fluviatil.
Proses fluviatil : semua proses yang terjadi di alam baik fisika, maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan bumi, yang disebabkan oleh aksi air permukaan, baik yang merupakan air yang mengalir secara terpadu (sungai), maupun air yang tidak terkonsentrasi ( sheet water).
proses fluviatil akan menghasilkan suatu bentang alam yang khas sebagai akibat tingkah laku air yang mengalir di permukaan.
Bentang alam yang dibentuk dapat terjadi karena proses erosi maupun karena proses sedimentasi yang dilakukan oleh air permukaan.
Proses fluviatil ini bervariasi intensitasnya.
Perlu diketahui bahwa air permukaan merupakan salah satu mata rantai dari siklus hidrologi. Adanya air permukaan sangat dikontrol oleh adanya air hujan, sedangkan besar kecilnya jumlah air permukaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a.Nilai curah hujan
b.Jumlah vegetasi
c.Kelerengan
d.Jenis Litologi
e.Iklim
Macam-macam Proses Fluviatil
1.Proses erosi
Erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
Quarrying, yaitu pendongkelan batuan yang dilaluinya.
Abrasi, yaitu penggerusan terhadap batuan yang dilewatinya.
Scouring, yaitu penggerusan dasar sungai akibat adanya ulakan sungai, misalnya pada daerah cut off slope pada Meander.
Korosi, yaitu terjadinya reaksi terhadap batuan yang dilaluinya.
Berdasarkan arahnya, erosi dapat dibedakan menjadi :
Erosi vertikal, erosi yang arahnya tegak dan cenderung terjadi pada daerah bagian hulu dari sungai menyebabkan terjadinya pendalaman lembah sungai.
Erosi lateral, yaitu erosi yang arahnya mendatar dan dominan terjadi pada bagian hilir sungai, menyebabkan sungai bertambah lebar .
Erosi yang berlangsung terus hingga suatu saat akan mencapai batas dimana air sungai sudah tidak mampu mengerosi lagi dikarenakan sudah mencapai erosion base level.
Erosion base level ini dapat dibagi menjadi
ultimate base level yang base levelnya berupa permukaan air laut
temporary base level yang base levelnya lokal seperti permukaan air danau, rawa, dan sejenisnya.
Intensitas erosi pada suatu sungai berbanding lurus dengan kecepatan aliran sungai tersebut. Erosi akan lebih efektif bila media yang bersangkutan mengangkut bermacam-macam material. Erosi memiliki tujuan akhir meratakan sehingga mendekati ultimate base level.
2. Proses Transportasi
adalah proses perpindahan / pengangkutan material oleh suatu tubuh air yang dinamis yang diakibatkan oleh tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi
Dalam membahas transportasi sungai dikenal istilah :
stream capacity : jumlah beban maksimum yang mampu diangkat oleh aliran sungai
stream competance : ukuran maksimum beban yang mampu diangkut oleh aliran sungai.
Sungai mengangkut material hasil erosinya secara umum melalui 2 mekanisme, yaitu mekanisme bed load dan suspended load .

Mekanisme bed load : pada proses material-material tersebut terangkut sepanjang dasar sungai, dibedakan menjadi beberapa cara, antara lain :
Traction : material yang diangkut terseret di dasar sungai.
Rolling : material terangkut dengan cara menggelinding di dasar sungai.
Saltation : material terangkut dengan cara menggelinding pada dasar sungai.
Mekanisme suspended load : material-material terangkut dengan cara melayang dalam tubuh sungai, dibedakan menjadi :
Suspension : material diangkut secara melayang dan bercampur dengan air sehingga menyebabkan sungai menjadi keruh.
Solution : material terangkut, larut dalam air dan membentuk larutan kimia.
3. Proses sedimentasi
Proses sedimentasi terjadi ketika sungai tidak mampu lagi mengangkut material yang dibawanya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang, maka material yang berukuran kasar akan diendapkan terlebih dahulu baru kemudian diendapkan material yang lebih halus. Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hillir ukuran butir material yang diendapkan semakin halus.
Pola Penyaluran
Bentuk-bentuk tubuh air disebut pengaliran / penyaluran (drainage), meliputi laut, danau, sungai, rawa dan sejenisnya.
Satu sungai atau lebih beserta anak sungai dan cabangnya dapat membentuk suatu pola atau sistem tertentu yang dikenal sebagai pola pengaliran / pola penyaluran (drainage pattern). Pola pengaliran dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Tiap-tiap macam pola pengaliran dapat bervariasi, dan variasi tersebut antara lain disebabkan oleh adanya struktur dan variasi batuan dimana pola pengaliran itu terdapat.
Macam-macam pola pengaliran :
a. Dendritik : pola pengaliran dengan bentuk seperti pohon, dengan anak-anak sungai dan cabang-cabangnya mempunyai arah yang tidak beraturan. Umumnya berkembang pada batuan yang resistensinya seragam, batuan sedimen datar, atau hampir datar, daerah batuan beku masif, daerah lipatan, daerah metamorf yang kompleks. Kontrol struktur tidak dominan di pola ini, namun biasanya pola aliran ini akan terdapat pada daerah punggungan suatu antiklin.
b. Radial, adalah pola pengaliran yang mempunyai pola memusat atau menyebar dengan 1 titik pusat yang dikontrol oleh kemiringan lerengnya.
c. Rectanguler : pola pengaliran dimana anak-anak sungainya membentuk sudut tegak lurus dengan sungai utamanya, umumnya pada daerah patahan yang bersistem (teratur).
d. Trellis, adalah bentuk seperti daun dengan anak-anak sungai sejajar. Sungai utamanya biasanya memanjang searah dengan jurus perlapisan batuan. Umumnya terbentuk pada batuan sedimen berselang-seling antara yang mempunyai resistensi rendah dan tinggi. Anak-anak sungai akan dominan terbentuk dari erosi pada batuan sedimen yang mempunyai resistensi rendah.
Jadi secara umum , pembentukan sungai utama lebih disebabkan oleh kontrol struktrur dan pembentukan anak sungai lebih disebabkan oleh kontrol litologi.
Annular, adalah pola pengaliran dimana sungai atau anak sungainya mempunyai penyebaran yang melingkar
Sering dijumpai pada daerah kubah berstadia dewasa. Pola ini merupakan perkembangan dari pola radier. Pola penyaluran ini melingkar mengikuti jurus perlapisan batuannya.
Multi basinal atau sink hole adalah pola pengaliran yang tidak sempurna, kadang nampak di permukaan bumi, kadang tidak nampak, yang dikenal sebagai sungai bawah tanah. Pola pengaliran ini berkembang pada daerah karst atau daerah batugamping.
Contorted, adalah pola pengaliran dimana arah alirannya berbalik / berbalik arah. Kontrol struktur yang bekerja berupa pola lipatan yang tidak beraturan yang memungkinkan terbentuknya suatu tikungan atau belokan pada lapisan sedimen yang ada.
Macam-macam Bentang Alam Fluviatil
a. Sungai Teranyam (Braided Stream)
terbentuk pada bagian hilir sungai yang memiliki slope hampir datar – datar, alurnya luas dan dangkal. terbentuk karena adanya erosi yang berlebihan pada bagian hulu sungai sehingga terjadi pengendapan pada bagian alurnya dan membentuk endapan gosong tengah. Karena adanya endapan gosong tengah yang banyak, maka alirannya memberikan kesan teranyam. Keadaan ini disebut juga anastomosis( Fairbridge, 1968).
b. Bar deposit
adalah endapan sungai yang terdapat pada tepi atau tengah dari alur sungai. Endapan pada tengah alur sungai disebut gosong tengah (channel bar) dan endapan pada tepi disebut gosong tepi (point bar).Bar deposit ini bisa berupa kerakal, berangkal, pasir, dll.
c. Dataran banjir ( Floodplain) dan Tanggul alam (Natural levee)
Sungai stadia dewasa mengendapkan sebagian material yang terangkut saat banjir pada sisi kanan maupun kiri sungai, seiring dengan proses yang berlangsung kontinyu akan terbentuk akumulasi sedimen yang tebal sehingga akhirnya membentuk tanggul alam.
d. Kipas Aluvial (alluvial fan)
Bila suatu sungai dengan muatan sedimen yang besar mengalir dari bukit atau pegunungan, dan masuk ke dataran rendah, maka akan terjadi perubahan gradien kecepatan yang drastis, sehingga terjadi pengendapan material yang cepat, yang dikenal sebagai kipas aluvial, berupa suatu onggokan material lepas, berbentuk seperti kipas, biasanya terdapat pada suatu dataran di depan suatu gawir. Biasanya pada daerah kipas aluvial terdapat air tanah yang melimpah. Hal ini dikarenakan umumnya kipas aluvial terdiri dari perselingan pasir dan lempung sehingga merupakan lapisan pembawa air yang baik.
e. Meander
bentukan pada dataran banjir sungai yang berbentuk kelokan karena pengikisan tebing sungai, daerah alirannya disebut sebagai Meander Belt. Meander ini terbentuk apabila pada suatu sungai yang berstadia dewasa/tua mempunyai dataran banjir yang cukup luas, aliran sungai melintasinya dengan tidak teratur sebab adanya pembelokan aliran Pembelokan ini terjadi karena ada batuan yang menghalangi sehingga alirannya membelok dan terus melakukan penggerusan ke batuan yang lebih lemah.
f. Danau tapal kuda
terbentuk jika lengkung meander terpotong oleh pelurusan air.
g. Delta
adalah bentang alam hasil sedimentasi sungai pada bagian hilir setelah masuk pada daerah base level. Selanjutnya akan dibahas dalam bentang Alam Pantai dan Delta.
Bentang Alam Fluvial dalam Peta Topografi
Dalam peta topografi standar, sebagian dari bentang alam fluvial tidak terekspresikan, terutama yang berukuran kecil, misalnya gosong sungai, tanggul alam. Sebagian bentang alam yang berukuran besar dapat terekspresikan dalam peta topografi, misalnya kipas aluvial.
Dalam peta topografi alur sungai tampak jelas dengan pola kontur yang khas, ditandai oleh kontur yang meruncing ke arah hulu sungai.
Aplikasi
Daerah-daerah yang termasuk bentang alam fluvial merupakan daerah yang sangat potensial untuk dimanfaatkan bagi kehidupan manusia, khususnya di sekitar aliran sungai. Daerah sekitar aliran sungai merupakan daerah yang potensial sebagai penyedia air irigasi, air minum, dan material pasir batu ( BG. gol C) yang dapat dijadikan sebagai bahan bangunan. daerah aliran sungai juga bisa menjadi sesumber bencana seperti banjir, dan tanah longsor. Analisa terhadap bentang alam ini dapat memberikan informasi tentang kondisi geologi suatu daerah, yang akan terekspresikan dalam pola penyaluran dan bentukan bentang alam lokal, seperti kipas alluvial, dataran banjir, dan sejenisnya. Analisa tersebut juga akan memberikan informasi tentang stadia daerah maupun stadia erosi daerah yang terkait, yang akan memberikan kontribusi pemikiran dalam rencana pengembangan wilayah.

BENTANG ALAM EOLIAN

Erosi oleh angin dibedakan menjadi dua macam, yaitu deflasi dan abrasi atau korasi.

Deflasi adalah proses lepasnya tanah dan partikel-partikel kecil dari batuan yang diangkut dan dibawa oleh angin. Sedangkan abrasi merupakan proses penggerusan batuan dan permukaan lain oleh partikel-partikel yang terbawa oleh aliran angin.

Transportasi oleh Angin

Cara transportasi oleh angin pada dasarnya sama dengan cara transportasi oleh air, yaitu secara melayang (suspesion) dan menggeser di permukaan (traction).

Secara umum partikel halus (debu) dibawa secara melayang dan yang berukuran pasir dibawa secara menggeser di permukaan (traction). Pengangkutan secara traction ini meliputi meloncat (saltation) dan menggelinding (rolling).

Pengendapan oleh Angin

Jika kekuatan angin yang membawa material berkurang atau jika turun hujan, maka material-material (pasir dan debu) tersebut akan diendapkan.

Dilihat dari proses pembentukannya, bentang alam eolian dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

  1. bentang alam akibat proses erosi oleh angin

  2. bentang alam akibat proses pengendapan oleh angin.

Proses erosi oleh angin dibedakan menjadi 2, yaitu deflasi dan abrasi. Bentang alam yang disebabkan oleh proses erosi ini juga dibedakan menjadi 2, yaitu bentang alam hasil proses deflasi dan bentang alam hasil proses abrasi.

Bentang alam hasil proses deflasi dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :

  1. Cekungan deflasi (deflation basin)

  2. Lag gravel

  3. Desert varnish

a. Cekungan deflasi (deflation basin)

Cekungan deflasi merupakan suatu cekungan yang diakibatkan oleh angin pada daerah yang lunak dan tidak terkonsolidasi atau material-material yang tersemen jelek. Cekungan terbentuk akibat material yang ada dipindahkan oleh angin ke tempat lain. Contoh cekungan ini terdapat di Gurun Gobi, yang terbentuk karena batuan telah diurai oleh adanya pelapukan. Cekungan ini mempunyai ukuran antara 300 meter sampai lebih dari 45 kilometer panjangnya, dan dari 15 meter sampai 150 meter dalamnya.

b. Lag gravel

Deflasi terhadap debu dan pasir yang ditinggalkan merupakan material yang kasar (granule, pebble, dan fragmen-fragmen yang besar), disebut lagstone. Akumulasi seperti itu dalam waktu yang lama bisa menjadi banyak dan menjadi lag-gravel atau bahkan sebagai desert pavement, dimana sisa-sisa fragmennya berhubungan satu sama lain saling berdekatan.

c. Desert varnish

Beberapa lagstone yang tipis, mengkilat, berwarna hitam atau coklat dan permukaannya tertutup oleh oksida besi, dikenal sebagai desert varnish.

Fenomena hasil proses abrasi atau korasi :

  1. Bevelad stone

  2. Polish

  3. Grooves

  4. Sculpturing (Penghiasan)

a. Bevelad stone

Beberapa sisa batuan yang dihasilkan oleh abrasi angin yang mengandung pasir akan membentuk einkanter atau dreikanter yang dalam Bahasa Inggris disebut single edge atau three edge. Einkanter terbentuk dari perpotongan antara pebble yang mempunyai kedudukan tetap dengan arah angin yang tetap (konstan). Dreikanter terbentuk dari perpotongan antara pebble yang posisinya overturned akibat perusakan pada bagian bawah dengan arah angin yang tetap atau dapat juga disebabkan oleh arah angin yang berganti-ganti terhadap pebble yang mempunyai kedudukan tetap sehingga membentuk bidang permukaan yang banyak.

b. Polish

Polish ini terbentuk pada batuan yang mempunyai ukuran butir halus digosok oleh angin yang mengandung pasir (sand blast) atau yang mengandung silt (silt blast), yang mempunyai kekuatan lemah, sehingga hasilnya akan lebih mengkilat, misalnya pada kuarsit, akibat erosi secara abrasi akan lebih mengkilat.

c. Grooves

Angin yang mengandung pasir dapat juga menggosok dan menyapu permukaan batuan membentuk suatu alur yang dikenal sebagai grooves. Pada daerah kering, alur yang demikian itu sangat jelas. Alur-alur tersebut memperlihatkan kenampakan yang sejajar dengan sisi sangat jelas.

d. Sculpturing (Penghiasan)

Banyak perbedaan bentuk topografi diakibatkan oleh kombinasi pelapukan dan abrasi angin. Termasuk disini adalah batujamur (mushroom rock), yaitu batu yang tererosi oleh angin yang mengandung pasir, sehingga bentuknya menyerupai jamur (mushroom)

Bentang Alam Hasil Pengendapan Angin

Dune adalah suatu timbunan yang dapat bergerak atau berpindah, bentuknya tidak dipengaruhi oleh bentuk permukaan ataupun rintangan (badhold, 1923, dalam Thornbury, 1964).

Tipe-tipe dune ini menurut Hace (1941, dalam Thornbury, 1964), digolongkan menjadi 3, yaitu :

a. Tranversal dune

Tranversal dune merupakan punggungan-punggungan pasir yang berbentuk memanjang tegak lurus dengan arah angin yang dominan. Bentuk ini tidak dipengarahi oleh faktor tumbuh-tumbuhan.

b. Parabollic dune

Parabollic dune merupakan dune yang berbentuk sekop / sendok atau berbentuk parabola. Bentuk ini karena dipengaruhi oleh adanya tumbuh-tumbuhan.

c. Longitudinal dune

Longitudinal dune merupakan punggungan-punggungan pasir yang terbentuk memanjang sejajar dengan arah angin yang dominan. Material pasir diangkut secara cepat oleh angin yang relatif tetap.

Klasifikasi dune menurut Emmon’s (1960)

Menurut Emmon’s (1960), bentuk-bentuk dune dapat bermacam-macam, tergantung pada banyaknya pertambahan pasir, pengendapan di tanah, tumbuh-tumbuhan yang menghalangi dan juga arah angin yang tetap.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka tipe-tipe dune digolongkan menjadi :

a. Lee dune (sand drift)

Lee dune atau sand driff adalah dune yang berkembang memanjang, merupakan punggungan pasir yang sempit berada di belakang batuan batuan atau tumbuh-tumbuhan. Dune ini mempunyai kedudukan tetap, tetapi dengan adanya penambahan jumlah pasir yang banyak maka dapat juga menjadi jenis dune yang bergerak dari ujung sand driff.

b. Longitudinal dune

Longitudinal dune mempunyai arah memanjang searah dengan arah angin yang efektif dan dominan. Terbentuknya karena angin tertahan oleh rumput atau pohon-pohon kecil. Kadang-kadang berbentuk seperti lereng dari suatu lembah.

c. Barchan

Barchan terbentuk pada daerah yang terbuka, tak dibatasi oleh topografi atau tumbuh-tumbuhan dimana arah angin selalu tetap dan penambahan pasir terbatas dan berada di atas batuan dasar yang padat. Barchan ini berbentuk koma, dengan lereng yang landai pada bagian luar, serta mempunyai puncak dan sayap.

d. Seif

Seif adalah longitudinal dune yang berbentuk barchan dengan salah satu lengannya jauh lebih panjang akibat kecepatan angin yang lebih kuat pada lengan yang panjang. Misalnya di Arabian Sword, seif berassosiasi dengan barchan dan berkebalikan antara barchan menjadi seif. Perubahan yang lain misalnya dari seif menjadi lee dune.

e. Tranversal Dune

Tranversal dune terbentuk pada daerah dengan penambahan pasir yang banyak dan kering, angin bertiup secara tetap, misalnya pada sepanjang pantai. Pasir yang banyak itu akan menjadi suatu timbunan pasir yang berupa punggungan atau deretan punggungan yang melintang terhadap arah angin.

f. Complex dune

Conplek dune terbentuk pada daerah dengan angin berubah-ubah, pasir dan vegetasinya agak banyak. Barchan, seif dan tranversal dumne yang berada setempat-setempat akan berkembang sehingga menjadi penuh dan akan terjadi saling overlap sehingga akan kehilangan bentuk-bentuk aslinya dan akan mempunyai lereng yang bermacam-macam. Keadaan ini disebut sebagai complex dune.

Menurut Emmons (1960, dalam Thornbury, 1969), dune ini biasanya mempunyai ketinggian antara 6 m sampai 20 m, tetapi beberapa dune dapat mencapai ketinggian beberapa puluh meter. Sedangkan kecepatan bergerak atau berpindahnya berbeda-beda tergantung pada kondisi daerahnya. Biasanya tidak lebih dari beberapa meter per tahun, tetapi ada juga yang samp0ai 30 m per tahun.

Loess

Daerah yang luas yang tertutup material-material halus dan lepas disebut Loess. Beberapa endapan Loess yang dijumpai di Cina barat mempunyai ketebalan sampai beberapa ratus meter. Sedangkan di tempat lain kebanyakan endapan loess ini hanya mencapai beberapa meter saja. Beberapa endapan loess menutupi daerah yang sangat subur. Penyelidikan secara mikroskopis memperlihatkan bahwa loess berkomposisi partikel-partikel angular, dengan diameter kurang dari 0,5 mm. Terdiri dari kuarsa, feldspar, hornblende, dan mika. Kebanyakan butiran-butiran tersebut dalam keadaan segar atau baru terkena pelapukan sedikit. Kenampakan ini menunjukkan bahwa loess tersebut merupakan hasil endapan dari debu dan lanau yang diangkut dan diendapkan oleh angin.