Sabtu, 14 Februari 2009

MACAM BENTUK LAHAN BAWAH LAUT / SAMUDERA

Heezen dan Wilson (1968, dari Gunter et al., 1980) mengklasifikasikan bentuk lahan dasar samudera menjadi 3 bagian yang paling penting, yaitu :
Tepi benua (continental margin)
Cekungan laut dalam (deep-sea basin)
Punggungan tengah samudera (mid-ocean ridge)

Bloom (1978), mendasarkan kepada kedalaman dan bentuk struktur geologi membagi bentuk lahan dasar samudera menjadi 2 propinsi, yaitu :
Tepi benua (continental margin ) bagian yang lebih kecil.
Dasar laut dalam (deep-sea floor), bagian yang lebih luas.
Kedua propinsi di atas masing-masing diperinci lagi. Pada kenyataannya di lapangan batas antara masing-masing bentuk lahan tidak dapat ditentukan secara lebih jelas dan mudah. Pembeda antara tepi benua dengan dasar laut dalam adalah bahwa tepi benua secara struktural merupakan bagian dari benua dan pernah mengalami kontak dengan udara di permukaan selama terjadi akumulasi sedimen yang berasal dari daratan. Sedangkan dasar laut dalam sangat berlawanan, memiliki struktur kerak samudera dan tidak pernah berada di atas permukaan laut
Stowe (1978) berpendapat bahwa kondisi bawah samudera secara geomorfologis dapat dibagi menjadi : paparan (shelf), lereng (slope), jendulan (rise), cekungan samudera (ocean basin), sistem punggungan tengah samudera (Mid Oceanic Ridge System), dan kenampakan lain yang lebih kecil yang terdapat pada dasar samudera.
Tepi Benua
Tepi benua pada bagian paling tepi disebut laras benua (continental shelf). Kelerengannya landai dari pantai sampai kedalaman 150 – 200 m. pada akhir dari laras (shelf break) kelerengannya menjadi curam secara tiba-tiba disebut lereng benua (continental slope). Bagian di bawah tepi benua yang menumpang di atas kerak samudera menyerupai tinggian disebut jendulan benua (continental rise). Kenampakan laras benua, lereng benua dan jendulan benua menunjukkan tepi pasif (passive margin) dari benua pada lempeng litosfer
Laras Benua (Continental Shelf)
Sekitar 15 % dari bentang lahan bawah samudera merupakan laras benua dan lereng benua (Menard & Smith, 1969, dalam Bloom, 1978). Laras benua didefinisikan sebagai dataran atau teras yang dangkal dari pantai ke arah laut suatu benua yang dibatasi oleh kelerengan yang menjadi curam secara tiba-tiba dengan kedalaman berkisar 20 – 200 m (Shepard, 1973, dalam Bloom, 1978). Lebar rata-rata dari laras benua adalah 75 km dengan kelerengan 0007’ (sekitar 2 m/ km). Akumulasi sedimen pada laras benua 70 % nya merupakan hasil deposisi yang terjadi sewaktu muka air laut mengalami regresi.
Lereng benua (Continental Slope)
Lereng benua adalah kenampakan permukaan topografi yang paling tinggi, paling curam dan paling panjang di dasar laut (Dietz, 1964, dalam Bloom, 1978). Dari batas laras benua, kedalaman sekitar 200 m, lereng benua menunjam sepanjang 1 – 3 km menuju puncak dari jendulan benua pada kedalaman 1500 m dengan kelerengan sekitar 4017’ (sekitar 75m/km). Gawir yang curam pada lereng benua terjadi oleh kontrol struktur, beberapa lereng benua merupakan gawir patahan.
Dasar Laut Dalam
Jendulan Benua (Continental Rise)
Di dasar dari lereng benua, pada kedalaman beberapa km, kelerengan yang curam berangsur-angsur berkurang menjadi 10 atau kurang dari itu, ke arah laut dalam bentuk lahan ini dibatasi perbukitan tubir (abyssal hills) atau dataran tubir (abyssal plain). Jendulan benua mencakup 5 % dari seluruh dasar samudera. Pada Jendulan benua terakumulasi sedimen dengan jumlah sangat besar dan membaji (mencapai ketebalan hingga 6 km) memanjang hingga 300 – 600 km dihitung dari dasar lereng. Sedimen tersebut berasal dari laras benua , dan merupakan akumulasi sedimen yang terbesar yang terdapat di bumi (Emery, et al., 1970, dalam Bloom, 1978).
Dataran Tubir (Abyssal Plain) dan Bukit-bukit tubir (Abyssal hills)
Sekitar 42 % dari dasar samudera, atau hampir mencapai 30 % dari permukaan bumi, merupakan dataran tubir dan perbukitan tubir (Menard & Smith, 1966, dalam Bloom, 1978). Kedalamannya berkisar 3 – 6 km di bawah muka air laut dengan ketinggian bukit tubir mencapai beberapa ratus hingga 1000 m dari dasar samudera dan merupakan fungsi dari umur kerak samudera. Perbukitan tubir terbentuk oleh vulkanisme dan tektonik pada pemekaran tengah samudera (sea floor spreading) kemudian terbawa menjauh secara lateral dari punggungan tengah samudera oleh pergerakan lempeng dan kontraksi panas. Jika pemekarannya berlangsung cepat, maka topografi bukit-bukit tubir akan landai, jika pemekaran berlangsung lambat, maka akan terbentuk topografi yang kasar Dataran tubir merupakan permukaan pengendapan yang terisi oleh lempung maupun lanau biogenik asal daratan (terrigoneous). Ketebalannya mencapai beberapa ratus meter. Batuannya terdiri dari lempung coklat, tetapi pada daerah dengan air permukaannya kaya nutrisi akan menghasilkan endapan yang didominasi oleh siliceous diatomea atau calcareous foraminifera
Punggungan Tengah Samudera (Mid Ocean Ridge)
Punggung tengah samudera merupakan barisan pegunungan bawah samudera pada kedalaman laut kurang dari 4 km, tetapi pada sisi-sisinya merupakan samudera yang lebih dalam. Lebar bentuk lahan ini mencapai ribuan km dengana ketinggian mencapai 2 km, dan agihannya mencapai sepertiga dari bentuk lahan samudera (Bloom, 1978). Punggung tengah samudera adalah bagian paling muda dari kerak samudera yang membentuk dasar samudera, dan hanya memiliki lapisan sedimen yang tipis di atasnya. Bentuk lahan ini dicirikan oleh adanya kompleks sesar geser (transform fault). Punggung tengah samudera merupakan suatu sitem gabungan dari punggung samudera (ocean ridge) dan jendulan samudera (ocean rise). Antara ridge dan rise hanya dibedakan atas kelerengannya, Ridge lebih terjal dan digunakan untuk barisan pegunungan di tengah Atlantik, sedangkan rise menyerupai tonjolan diterapkan untuk kenampakan di Pasifik Timur. Pada bagian tengah dari sitem punggung tengah samudera ditemui lembah curam dan dalam (rift valley). (Hutabarat & Evans, 1986).
Cekungan Samudera (Ocean Basin)
Cekungan samudera berada antara lereng benua dan sistem punggungan tengah samudera dan mempunyai rata-rata kedalaman 4000 – 6000 m. Luas cekungan samudera ini merupakan 30 % dari luas keseluruhan permukaan bumi Pada dasar Cekungan samudera ini terdapat ratusan hingga ribuan abyssal hill, juga kadang seamount.
Seamount dan guyot (gunung api bawah samudera)
Sebagian kecil dari dasar samudera terdiri dari gunung api, terisolasi atau merupakan pegunungan yang bukan merupakan bagian dari punggung tengah samudera. Elevasi yang menjulang sekitar 3 – 4 km dari dasar samudera sampai beberapa ratus meter di bawah permukaan laut. Gunung api bawah samudera dengan puncak berupa kerucut vulkanik disebut seamount, sedangkan yang berpuncak datar biasa disebut guyot (Hess, dalam Bloom, 1978). Pada beberapa guyot ditemui sedimen laut dangkal seperti kerikil pantai dan endapan koral tetapi saat ini tertutup oleh endapan pelagik karena terletak pada kedalaman 400 – 2000 m. Puncak yang datar dari guyot ini selain akibat erosi, juga dapat terbentuk oleh erupsi vulkanik.
Palung Samudera (trench) dan Busur Kepulauan (Island arc)
Bagian paling dalam dari samudera tidak terletak di tengahnya , tetapi pada bagian dekat tepi.
Sekitar setengah dari tepi benua dibatasi oleh palung yang ,memiliki kedalaman sampai 2 kali kedalaman dasar samudera. Palung samudera adalah suatu jalur yang terjal, sempit dan memanjang pada dasar samudera yang dapat mencapai kedalaman 10.000 m. Keberadaan palung pada umumnya selalu berasosiasi dengan busur kepulauan, yaitu rangkaian- pulau-pulau atau busur punggungan yang memisahkan laut dangkal dengan laut dalam serta sering merupakan pusat gempa dan aktivitas vulkanisme.
Plato
Terdapat sejumlah bagian kerak benua yang terangkat ke permukaan laut berupa dataran membentuk pulau kecil. Tingginya sekitar 1 – 2 km di atas dasar laut. Kerak pada bagian plato ini lebih tebal jika dibanding sekitarnya. Sifat keraknya sama dengan kerak benua. Sebagian dari plato ini terbentuk dari sisa kerak benua masa lampau geologi, atau hasil pengerjaan vulkanik lokal.
Reef dan Atol
Di daerah dengan kondisi air laut hangat, kedalaman dasar laut berkisar 50 m, kondisi air laut jernih, jauh dari delta atau sungai maka akan sangat menguntungkan bagi pertumbuhan koral. Koral ini akan berkoloni membentuk kelompok besar yang disebut reef. Apabila reef ini tumbuh disekitar pulau kecil sisa vulkanik atau suatu plato, maka koloni koral ini akan tumbuh mengelilingi pulau tersebut, sebagai akibat erosi atau mengalami penurunan muka air laut maka yang tersisa hanya koloni koral ini yang berbentuk cincin yang biasa disebut atol.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar